Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPP PDI Perjuangan (PDIP) menggelar peringatan peristiwa 27 Juli 1996, atau dikenal juga sebagai Kudatuli, dengan menggelar diskusi bertajuk 'Kami Tidak Lupa' di kantor pusat partai di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Sabtu (20/7/2024).
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa kantor Partai di Jalan Diponegoro ini menjadi saksi sejarah dan keteguhan seorang Megawati Soekarnoputri dalam menghadapi tekanan pemerintahan Orde Baru.
Baca juga: Bakal Ajukan Protes, PDIP Desak Jokowi Masukkan Peristiwa Kudatuli Jadi Pelanggaran HAM Berat
Dimana, peristiwa penyerangan kantor Partai oleh aparat pada 27 Juli 1996 menjadi titik awal gerakan reformasi untuk menumbangkan keotoriteran Presiden Soeharto.
Hasto juga menyakini, dengan menggali seluruh pemikiran Megawati ini, akan mendapati intisari perjuangan bersama rakyat.
Baca juga: Peristiwa Kudatuli, Romo Benny: Luka Masyarakat Belum Disembuhkan
Hal ini disampaikan Hasto dalam Diskusi Kudatuli dengan tema: 'Persepektif Politik Kudatuli: Perlawanan Terhadap Rezim Otoriter’ di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Sabtu (20/7/2024).
Turut hadir dalam diskusi tersebut Mantan Aktivis Gerakan Reformasi Partai Rakyat Demokratik (PRD) Wilson Obrigados, jajaran DPP PDIP seperti Ribka Tjiptaning, Sri Rahayu, Yuke Yurike, Bonnie Triyana, serta para organ sayap partai. Terlihat Ketua Umum Rrpdem Wanto Sugito. Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri pun turut mengikuti acara tersebut melalui daring.
“Karena itulah di kantor partai ini menjadi saksi sejarah bahwa peringatan 27 Juli mengapa harus diawali dengan diskusi dan kali ini kita adakan satu minggu sebelumnya, karena kita akan menggali seluruh pemikiran-pemikiran yang melandasi mengapa seorang Megawati dengan tekanan-tekanan yang luar biasa dari era Orde Baru, dengan bujuk rayu kekuasaan yang luar biasa, beliau tetap menempuh suatu jalur yang sangat konsisten,” kata Hasto.
“Agar suara-suara rakyat yang saat itu terbungkam, agar suara-suara rakyat yang saat itu tidak berani berbicara dapat berani berbicara, apa yang menjadi landasan sikap tegar dari Ibu Mega ini yang harus kita pikirkan.”
“Bukan sekedar peristiwa penyerangan kantor 27 Juli, tapi latar belakangnya dan mengapa seorang Megawati punya konsistensi dan keberanian yang luar biasa,” sambung dia.
Hasto pun menegaskan, sikap keteguhan Megawati bersama rakyat arus bawah menjadi suatu gerak kemerdekaan untuk berani bersuara, termasuk pers untuk berani bersuara dengan kebebasan pers.
Politisi asal Yogyakarta ini mengingatkan bahwa jati diri PDI Perjuangan itu berasal dari perjuangannya.
Maka, penyerbuan kantor PDI pada 27 Juli 1996 pada dasarnya bukanlah sekedar serangan terhadap bangunan fisik.
Baca juga: Politikus PDIP: Tanpa Kudatuli Tak Akan Lahir Reformasi
“Ia adalah serangan terhadap peradaban demokrasi, serangan terhadap sistem hukum, serangan terhadap kemanusiaan dan serangan terhadap lambang kedaulatan partai berupa kantor partai,” tegas Hasto.
Sementara, Hasto menyampaikan bahwa dirinya juga telah melaporkan kegiatan diskusi Kudatuli ini langsung kepada Megawati.
Dalam pertemuan itu, Hasto mengatakan, seluruh rangkaian acara diskusi Kudatuli ini, sama dengan peringatan pada 9 tahun yang lalu. Namun yang membedakannya adalah suasana kebatinan yang berbeda di 9 tahun lalu dan hari ini.
“Seperti yang disampaikan Bung Wilson tadi. Karena alam. Yang tadi dikatakan Bung Wilson ini sepertinya ada Neo Orde Baru Jilid Kedua, betul? Itu tadi kesimpulan dari Bung Wilson. Jadi aromanya ini berbeda, suasana kebatinannya yang semakin menunjukkan bagaimana penyalahgunaan kekuasaan nampaknya semakin menunjukkan kemiripan dari apa yang menjadi setting latar belakang peristiwa 27 Juli 1996 tersebut,” jelas Hasto.