TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana Kunjungan Apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia yang akan berlangsung pada 3-6 September 2024 mendatang, menjadi isyarat dan tanda bagi negara Takhta Vatikan bahwa, dunia memerlukan Indonesia.
Bahkan, kehadiran Indonesia dinilai penting oleh dunia, dalam membangun dan merajut perdamaian dunia.
Hal itu disampaikan Romo Leo Mali. Pr. dalam acara Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Lafadz Nusantara Center, Sabtu lalu.
Pastor asal Nusa Tenggara Timur yang pernah menjadi Ketua Ikatan Rohaniawan-Rohaniawati Indonesia di Kota Abadi (IRRIKA) dan juga pernah studi doktoral di Pontifica Urbaniana University, Rome itu mengatakan bahwa, kekuatan Diaspora Indonesia di Kota Roma dan Dunia, menjadi kekuatan utama, yang bisa menjelaskan Paus Fransiskus ingin berkunjung ke Indonesia.
"Dengan kekuatan kebhinekaan-nya, keberagaman-nya, serta kekuatan Diaspora Indonesia di Kota Roma dan Dunia itu, maka Vatikan dan dunia merasa perlu Indonesia dan posisi indonesia itu dianggap penting oleh dunia," Kata Romo Leo Mali.
"Oleh karenanya, dalam merajut semangat perdamaian dunia, itu perlu Indonesia. Jadi memang, jauh sebelum negara memberikan surat resmi, itu pada tahun 2018 Paus Fransiskus sudah bicara tentang Indonesia, kepada diaspora Indonesia di Kota Roma," sambungnya.
Baca juga: Imam Besar Istiqlal Usul Penandatangan Naskah Tentang Kemanusiaan Saat Kunjungan Paus Fransiskus
Lebih lanjut, Leo menilai, ketertarikan Paus Fransiskus untuk datang ke Indonesia, puncaknya ada pada saat Diaspora Indonesia yang terdiri dari 48 peserta dari 23 negara di Eropa, dimana itu merumuskan tentang Deklarasi Roma yang isinya membahas tentang kerukunan kehidupan umat beragama dan perdamaian dunia.
Senada, Romo Markus Solo Kewuta. SVD mengatakan, rencana kunjungan Apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia ini dinilai sebagai hal yang tidak biasa dan tidak pada umumnya.
Dimana Vatikan sendiri mempunyai mekanisme tersendiri dalam menentukan negara mana saja yang akan dikunjungi oleh Paus Fransiskus.
"Syarat kunjungan Paus (Kepala Negara Vatikan) ke sebuah negara, jadi memang disini ada sebuah fleksibilitas di dalam modus operandi yang itu menyangkut kunjungan Paus. Biasanya, Paus itu membalas sebuah kunjungan ke negara itu setelah pemerintah negara tersebut berkunjung kepada Paus. Kemudian yang paling mudahnya lagi adalah, adanya permintaan dari Gereja Lokal," kata Pastor asal Indonesia yang saat ini menjadi penasihat Paus Fransiskus di Vatikan.
"Misalnya begini, Pimpinan atau Kepala Gereja Lokal meminta agar Paus berkunjung ke Gereja mereka, namun biasanya, yang lebih sulit itu adalah ketika permintaan kunjungan ini datangnya dari Pemerintah. Nah, Presiden Jokowi sendiri itu pernah hadir di dekat Vatikan, pada tahun 2020 dan saat itu ada kesempatan Presiden Jokowi itu bertemu dengan Paus Fransiskus. Tetapi, pertemuan antara keduanya itu tidak terjadi. Entah itu apa alasannya, tetapi itu tidak terjadi," sambungnya.
Baca juga: Vatikan Rilis Rangkaian Kegiatan Paus Fransiskus di Istana Negara, Istiqlal hingga Misa di GBK
Meski begitu, kata Padre Marco, sekalipun tidak terjadi, tapi itu ada signal yang diberikan kepada pemerintah Indonesia, melalui surat undangan yang sempat beredar di media sosial dan diterima juga oleh Vatikan.
"Kemudian Vatikan juga menerima signal ini dengan senang hati. Selain itu, permintaan dari Gereja Lokal juga selalu ada. Jadi memang ada dua jalur yang ditempuh, baik oleh jalur pemerintah maupun jalur Gereja, sehingga Paus Fransiskus menanggapinya dengan baik," jelas Padre Marco.