TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyampaikan kemarahannya soal putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya karena memberi vonis bebas kepada Ronald Tannur yang melakukan penganiayaan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti, hingga tewas.
Adapun hakim menyatakan bahwa Ronald Tannur tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya korban.
Ada dua pertimbangan utama hakim dalam hal ini. Pertama, hakim meyakini tidak ada satu pun saksi yang menyatakan penyebab kematian korban.
Kedua, majelis hakim meyakini meninggalnya korban adalah akibat alkohol yang berada di dalam lambung korban.
Menurut Sahroni, putusan hakim tersebut sangat tidak profesional dan tak berhati nurani.
Apalagi, setelah Komisi III DPR RI mengadakan audiensi bersama kuasa hukum serta keluarga korban, Sahroni merasa ada yang tidak beres dengan para hakim yang memutuskan vonis bebas Ronald Tannur.
Sebab, dalam audiensi tersebut, kuasa hukum menyebut Dini meninggal diduga kuat karena penganiayaan oleh anak anggota DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Edward Tannur, tersebut.
Kuasa hukum korban, Dimas Yemahura Alfarauq, juga menyertakan berbagai bukti forensik yang menunjukkan bahwa Dini meninggal bukan akibat alkohol seperti yang disimpulkan hakim, melainkan karena tindak penganiayaan.
“Setelah mendengar keterangan yang ada, saya makin emosi dengan vonis bebas dari hakim kemarin. Sakit itu ketiga hakimnya. PN Surabaya telah menunjukkan preseden buruk terhadap penegakkan hukum di Indonesia."
"Malu kami di Komisi III mendengarnya. Maka jelas, diduga kuat semua hakimnya ‘bermain’, terlihat dari putusannya yang tidak berdasar, jauh dari temuan forensik," ungkap Sahroni, Senin (29/7/2024).
“Hakim dengan mudahnya menyimpulkan ‘oh ini mati gara-gara alkohol’, terus penganiayaan itu nggak dianggap? Sakit!” kata Sahroni.
Baca juga: PN Surabaya Tegaskan Tidak Punya Wewenang Periksa Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur
Atas hal tersebut, Sahroni juga meminta Jaksa Agung mengajukan kasasi.
Mahkamah Agung (MA) juga didesak untuk memeriksa tiga hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur itu, yakni Hakim Erintuah Damanik, Hakim Heru Hanindyo, dan Hakim Mangapul.
"Jadi, kami minta Jaksa Agung ajukan kasasi. MA juga periksa itu ketiga hakimnya dan proses seadil-adilnya. Enggak bener semua itu. Hakimnya brengsek,” kata Sahroni.
Kepada keluarga Dini, Sahroni pun meminta agar mereka bisa bersabar menghadapi kasus ini.
Sahorni memastikan Komisi III akan turun tangan untuk keadilan Dini dan hukuman berat bagi tersangka yang terbukti nantinya.
“Untuk keluarga almarhum, jangan khawatir, di Komisi III ini udah muka singa semua. Kita minta LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) untuk berikan perlindungan kepada keluarga korban. Jadi kami akan kawal kasus ini hingga terang benderang."
"Sampai kami bisa pastikan korban mendapat keadilan, dan pelaku yang terbukti akan bertanggungjawab dengan mendapat hukuman berat."
"Tidak ada yang bisa main-main terhadap hukum di negeri ini. Dan enggak susah kok melihat bukti-buktinya, sudah jelas semua,” ucap Sahroni.
3 Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur Didesak Dipecat, In kata PN Surabaya
Tiga hakim yang memutuskan vonis bebas kepada Ronlad Tannur didesak untuk dipecat atau setidaknya dinonaktifkan dari jabatannya.
PN Surabaya melalui humasnya, Alex Adam, menanggapi berbagai protes soal putusan bebas Ronald Tannur itu, terutama soal tiga hakim yang memutus.
Alex mengatakan pihak PN Surabaya tidak memiliki kewenangan untuk mengerjakan tuntutan masyarakat, termasuk tuntutan agar tiga hakim itu diperiksa hingga dipecat.
Sebab, yang bisa melakukan pemeriksaan dan pencopotan itu adalah MA atau Perngadilan Tinggi.
"Yang bisa melakukan pemeriksaan adalah Mahkamah Agung ataupun Pengadilan Tinggi. Pengadilan Tinggi pun harus mendapat delegasi dari Bawas (Badan Pengawas) Mahkamah Agung," ujarnya, Senin (29/7/2024).
Saat ini, diketahui bahwa lembaga negara selain kejaksaan yang ikut memprotes putusan adalah Komisi Yudisial (KY).
Mengenai hal ini, KY melalui juru bicaranya, Multi Fajar Nur Dewata, menyatakan akan melakukan investigasi, karena mereka memiliki hak-hak inisiatif jika merasa ada putusan yang janggal.
Ditambah lagi, Dimas Yemahura, pengacara korban juga mendatangi kantor KY di Jakarta, pada Senin, untuk membuat laporan.
Hal tersebut semakin memperkuat KY untuk melakukan investigasi, karena memiliki dua dasar untuk menyelidiki putusan bebas Ronald Tannur tersebut, yakni hak inisiatif dan laporan.
KY pun kabarnya sedang menganalisa berbagai bahan-bahan hasil investigasi maupun dokumen-dokumen kesaksian yang ada untuk digunakan bahan penyelidikan.
Kendati demikian, Alex menegaskan, pemeriksaan hakim harus melalui mekanisme.
Apbila KY melakukan pemeriksaan, mereka harus melapor kepada kepala pengadilan terlebih dahulu.
Baru setelah itu disampaikan ke hakim-hakim yang sedang dicurigai masyarakat bermasalah itu.
"Nah, sampai saat ini pengadilan belum ada laporan meminta memeriksa atau menginvestigasi hakim," ucapnya.
Karena belum ada laporan untuk memeriksa, Alex mengatakan sekarang Erintuah Damanik dan rekan-rekannya masih bertugas seperti biasa.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Pengadilan Negeri Surabaya Buka Suara Terkait Hakim dan Putusan Ronald Tannur: Ada Mekanisme
(Tribunnews.com/Rifqah/Chaerul Umam) (TribunJatim.com/Tony Hermawan)