Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menko Polhukam sekaligus Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD mengaku kaget ketika mendengar Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan membebaskan Gregorius Ronald Tannur dalam sidang putusan pada Rabu (24/7/2024) pekan lalu.
Ia mengaku kaget karena pada saat kasus dugaan penganiayaan berujung kematian kekasih Ronald, Dini Sera Afrianti, mencuat ke publik respons dari PKB di mana orang tua Ronald bernaung dan menjadi legislator DPR RI serta pihak kepolisian dan kejaksaan meyakinkan bahwa Ronald bersalah.
Terlebih, menurutnya saat itu proses pembuktian dalam kasus tersebut tidak sulit mengingat bukti-bukti baik berupa video hingga hasil autopsi terungkap ke publik.
"Kok tiba-tiba ini, 8 bulan kemudian tahu-tahu bebas. Kita semua kaget," kata Mahfud di kanal Youtube Mahfud MD Official, Selasa (30/7/2024).
Baca juga: Sahroni Ngaku Malu Tahu Hakim Vonis Bebas Ronald Tannur: Putusannya Tidak Berdasar
Ia menduga putusan tersebut bisa terjadi karena tiga hal.
Pertama, kata dia, karena hakimnya tidak profesional.
Hal tersebut terindikasi dari bagaimana bukti-bukti penganiayaan yang belakangan mengakibatkan Dini tewas telah ditunjukkan di pengadilan.
Mahfud memandang secara akal sehat masyarakat bisa meyakini dengan jelas peristiwa penganiayaan yang dilakukan Ronald kepada Dini tersebut telah terjadi.
Akan tetapi, kata dia, hakim memiliki penafsiran berbeda dengan akal sehat masyarakat terkait penyebab kematian Dini.
"Dugaan orang hakimnya tidak profesional. Bisa ya, bisa tidak. Ini bagian dari ironi penegakan hukum kita. Bisa saja memang hakimnya nggak benar. Semua orang tahu, public common sense kan sudah jelas bahwa itu ada penyiksaan, ada luka, ada autopsi dan sebagainya yang kemudian ditunjukkan di pengadilan," kata dia.
"Tetapi itu ditafsirkan oleh hakim itu tidak menyebabkan kematian, bukan itu yang menyebabkan kematian meskipun peristiwanya benar. Ya kan. Misalnya ada bahwa pendarahan itu tidak selalu menjadi penyebab kematian. Tetapi peristiwa kenapa pendarahan itu terjadi kan sudah ada," sambung dia.
Kemungkinan kedua, kata Mahfud, putusan itu disebabkan konstruksi dakwaan jaksa penuntut umum kurang cermat.
Baca juga: PN Surabaya Tegaskan Tidak Punya Wewenang Periksa Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur
Namun ia meyakini jaksa penuntut umum membuat konstruksi dakwaan dengan benar.