Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mengungkapkan adanya pertemuan beberapa kali antara perwakilan PT Timah TBk dengan perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT).
Pertemuan-pertemuan itu diungkap jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung dalam sidang perdana perkara dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 atau kasus korupsi timah, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2024).
Sidang ini dilakukan untuk terdakwa tiga mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Ketiganya adalah Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2015-2019 Suranto Wibowo, Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2019 Rusbani, dan Kepala Dinas ESDM Kepulauan Bangka Belitung 2021-2024 Amir Syahbana.
Jaksa menerangkan, pertemuan pertama terjadi pada awal 2018.
Saat itu, PT Timah saat itu diwakili oleh Direktur Utama, Mochtar Riza Pahkevu Tabrani; Direktur Operasional, Alwin Albar; dan Direktur Keuangan, Emil Ermindra. Sedangkan PT RBT diwakili Robert Bonosusatya dan suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis.
"Bahwa pada awal tahun 2018 MOCHTAR RIZA PAHLEVI TABRANI, ALWIN ALBAR, EMIL EMIRDA bersama-sama dengan HARVEY MOIES dan Robert Bonosusatya melakukan pertemuan bertempat di Hotel dan Restoran Sofia di jalan Gunawarman Kebayoran Baru Jakarta Selatan," kata jaksa penuntut umum di dalam dakwaannya.
Baca juga: Kasus Demurrage Impor Beras, SDR Siap Koordinasi dengan KPK
Dalam pertemuan itu, PT RBT mencoba menjembatani PT Timah dengan perusahaan-perusahaan smelter swasta yang ingin bekerja sama.
"Pada pertemuan tersebut juga disepakati untuk melibatkan Smelter Swasta lain yang ingin kerjasama sewa peralatan penglogaman dengan PT Timah Tbk," kata jaksa.
Pada pertemuan itu pula, Harvey dan Robert Bono sebagai perwakilan PT RBT memberikan dokumen surat penawaran kerjasama peralatan processing penglogaman timah tanpa nilai penawaran.
Dokumen tersebut baru ditindaklanjuti PT Timah pada Agustus 2018 dengan memberikan nilai penawaran 2100 Dolar AS per 0,5 Ton di dalam template perjanjian kerja sama dengan para smelter swasta.
"Sehingga seolah-olah penawaran kerja sama peralatan processing penglogaman timah sebesar USD 2100 per 0,5 Ton tersebut diajukan sejak tanggal 28 Maret 2018," ujar jaksa di dalam dakwaannya.
Adapun nilai perjanjian kerja sama yang ditentukan itu, menurut jaksa tidak melalui kajian yang mendalam.
Secara formalitas, PT Timah melakukan rapat internal untuk membahas hal tersebut sehari sebelum perjanjian kerja sama diteken.