TRIBUNNEWS.COM - Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin menolak bertemu dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), jika pertemuan itu hanya untuk mencari peluru untuk menyerang Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Ma'ruf Amin menegaskan, ia tidak ingin menjadi bagian dari konflik antara PBNU dan PKB.
“Kalau hanya untuk cari peluru untuk menghantam yang satu, hanya minta (keterangan) dari saya tapi untuk digunakan peluru untuk menghantam yang lain, saya tidak bersedia."
"Itu kan namanya saya memberi peluru-peluru untuk tambah konfliknya,” kata Wapres saat ditemui di MuseumKu Gerabah Timbul Raharjo, Yogyakarta, Rabu (7/8/2024).
Ma'ruf Amin menuturkan, pihaknya hanya bersedia bertemu dengan PBNU jika mereka ingin mencari jalan keluar atas permasalahan dengan PKB.
Ia mengatakan, dirinya bersedia untuk mendamaikan keduanya, jika itu yang diinginkan.
“Kalau keinginan mereka itu untuk saya dimintai sebagai orang yang bagaimana mengislahkan, mendamaikan ya, dengan tulus, dengan ikhlas, saya sangat bersedia,”
“Bersedia tentu karena untuk mendamaikan itu kan perintah, perintah agama, apalagi saya juga terlibat dulu waktu pendiriannya, bahkan ketua Dewan Syura pertama saya. Sebelum Gus Dur,” ucap dia.
Adapun, konflik antara PBNU dan PKB ini bermula dari Panita Khusus (Pansus) Hak Angket DPR RI terkait penyelenggaraan haji 2024.
Pansus tersebut dibentuk karena menilai Kementerian Agama (Kemenag) bermain dalam kebijakan kuota haji khusus.
Kemudian, pansus itu disahkan oleh Wakil Ketua DPR RI, Muhaimin Iskandar.
Baca juga: Jazilul Fawaid Tegaskan Secara Institusional PKB Tak Memiliki Hubungan dengan PBNU
Menanggapi pembentukan pansus tersebut, Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf lantas menudiang bahwa Muhaimin Iskandar mempunyai dendam pribadi.
Sehingga dibentuklah pansus tersebut ntuk mengincar kesalahan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas yang tak lain merupakan adiknya sendiri.
Di mana, Pansus haji itu disebut-sebut untuk mengusut dugaan korupsi kuota haji yang dilakukan oleh Menteri Agama.
Beberapa hari kemudian, PBNU membentuk tim lima atau semacam Pansus untuk mengembalikan PKB ke NU.
Jazilul Fawaid Tegaskan PKB Tak Memiliki Hubungan dengan PBNU secara Institusional
Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid mengatakan, secara institusional partainya tak memiliki hubungan dengan PBNU.
Kisruh yang sedang terjadi antara PKB dan PBNU itu, menurut Jazilul, bukanlah sebuah pertikaian.
Melainkan, hanya untuk menegaskan saja kedudukan antara PKB dan PBNU.
Sebab, PKB diatur Undang-undang (UU) tentang Partai Politik, sementara PBNU diatur UU tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
"Sebenarnya bukan pertikaian, hanya ingin mendudukkan masalah saja bahwa PKB dan PBNU itu tidak ada hubungan sama sekali," kata Jazilul di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/8/2024).
"Ketika Ormas membentuk tim yang mengintervensi kewenangan partai politik, itu artinya penyerobotan. Itu artinya tindakan melawan hukum, itu artinya tindakan melawan konstitusi," ujar Jazilul.
Jazilul pun menegaskan, ketentuan tersebut harus dijelaskan kepada publik untuk memahami kewenangan masing-masing, sehingga bisa saling menghormati.
"Supaya masing-masing saling menghormati," ungkapnya.
Namun, di sisi lain, Mantan politikus PKB yang kini menjabat sebagai Ketua DPP Partai NasDem, Effendy Choirie atau Gus Choi beranggapan bahwa hubungan PKB dan PBNU tak hanya sebatas soal struktural.
"Tapi juga kultural, karena NU memiliki kekayaan tradisi keagamaan, tradisi pemikiran, tradisi sopan santun, adab akhlak, dan segala macam, kemudian aspiratif, pergerakan partai yang didirikan NU ketika dia memperjuangkan gerakan politiknya di luar, harus mencerminkan aspirasi NU," kata Gus Choi.
Karena itu, Gus Choi mengatakan kehadiran PKB yang ada sekarang ini tetap terkait dengan NU.
Sehingga, PBNU disebutkan masih mempunyai hak untuk mengevaluasi PKB.
"Nah, NU sebagai pendiri, dengan tadi yang saya jelaskan tadi, maka kesimpulannya yang mendirikan PKB berarti NU, berarti PBNU yang merepresentasikan warga NU," kata dia.
"Maka dengan demikian, NU atau PBNU punya hak untuk mengevaluasi perjalanan PKB. Punya hak untuk mengoreksi, bukan ikut campur, bukan ikut campur, karena memang sejarahnya begitu."
"Punya hak evaluasi, koreksi, atau menata ulang. Di sinilah perbedaan partai kebangkitan bangsa dengan partai-partai lain," kata Gus Choi.
(Tribunnews.com/Rifqah/Fersianus Waku/Reza Deni)