TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para orang tua kini wajib waspada, sebab peredaran obat-obatan yang tergolong kategori narkoba sudah beredar luas dan bisa diakses pelajar.
Baru-baru ini polisi membongkar penjualan obat terlarang yang berkedok toko alat listrik di Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Ternyata toko tersebut dikelola oleh seorang mahasiswa berinisial RP.
Tidak hanya di Jatiasih saja, toko obat di Jalan Raya Pertamina Desa Kedungjaya Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat juga dikomplain warga lantaran kerap didatangi pelajar SMA.
Usut punya usut toko tersebut ternyata menjual obat jenis tramadol dan hexymer.
Baca juga: Jubir Partai Aceh Nurzahri : Banyak Warga Aceh yang Merantau di Jawa Terlibat Bisnis Obat Tramadol
Bebasnya peredaran obat-obatan terlarang tersebut bukti bahwa ada permasalahan di tataran pengawasan dan penindakan yang dilakukan pihak terkait. Wakil Ketua Bidang Apoteker Spesialis dan Advance Practice di Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia(IAI) Prof. Dr. Keri Lestari, M.Si., Apt. menegaskan regulasi terkait penjualan terkait obat bebas sudah sangat jelas.
Ia menerangkan, dari sejak awal pendistribusian obat keras menggunakan prinsip closed system atau jalur distribusi khusus. Hal ini bertujuan agar distribusi obat keras tidak mengalami kebocoran kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Baca juga: 480 Tersangka Kasus Narkoba Ditangkap di Jakarta dan Sekitarnya Selama Operasi Nila Jaya 2024
“Obat keras itu sudah ada regulasinya. Jadi tidak bisa dibeli tanpa adanya resep dokter. Jadi apotek-apotek itu tidak bisa melayani pembelian obat-obatan keras tanpa resep dokter. Artinya kalau misalnya ada penyalahgunaan itu mereka dapatnya dari mana supply chain-nya, kalau apotek itu regulasinya jelas seperti itu tidak bisa bebas dan itu berlaku di seluruh Indonesia,” kata dia saat dihubungi Tribunnews.com beberapa waktu lalu.
Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Bandung ini menduga ada oknum yang bermain untuk menjual obat keras ke luar jalur non apotek. Apotek membeli obat-obatan keras melalui distributor atau pedagang besar farmasi (PBF). Apotek tidak boleh langsung membeli ke pabrik maupun sebaliknya.
“PBF atau distributor membeli dari pabrik. Jadi pabrik itu tidak bisa setor sendiri ke apotek, harus lewat PBF. Apotek mengeluarkan obat keras harus ada resep dokter. Jadi kalau ada yang mendapatkan obat keras itu tentulah bukan jalur resmi,” jelas Prof Keri.
Baca juga: Polisi Gerebek Penjual Obat Tramadol hingga Hexymer Berkedok Toko Kosmetik di Tangerang
Karena efek penyalahgunaan obat keras tidak main-main, pihaknya berharap agar pemerintah memperketat pengawasan kepada sarana penyedia obat non-apotek. “Harus ditindak oleh pemerintah. Kenapa karena obat keras itu hanya dijual di apotek dan diberikan jika ada resep dokter, tidak boleh untuk tujuan lain. Obat keras juga ada di sarana kesehatan, klinik rumah sakit, yang lain tidak boleh karena ada regulasinya. Kalau tidak digunakan dengan tepat maka akan rawan untuk di salahgunakan,” urai dia.
Adapun obat-obat yang sering disalahgunakan berupa Tramadol, Triheksifenidil, Amitriptilin, Haloperidol, Dekstrometorfan, dan Klorpromazin.
Mengutip BPOM, penjualan obat keras tanpa kewenangan dan keahlian melanggar tindak pidana di bidang Kesehatan yaitu Setiap Orang yang memproduksi atau mengedarkan Sediaan Farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu serta setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan yang terkait dengan Sediaan Farmasi berupa Obat Keras sebagaimana dimaksud Pasal 435 dan pasal 436 ayat (2) UU RI No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan/atau Pasal 62 ayat (1) jo pasal 8 ayat (1) huruf a UU RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Baca juga: Rizal Bersedia Jadi Eksekutor Pembunuhan Setelah Diberi Istri Korban Rokok, Miras dan Obat Keras