Dia mengaku tidak pernah bertemu langsung dengan Jokowi.
Namun, dukungan agar Jokowi menjadi Ketua Umum Golkar adalah aspirasi dari masyarakat.
"Bahwa ada yang tidak setuju, ya ada apa-apa, namanya politik ya kan, boleh, boleh saja," ungkap Ridwan.
Invisible Hand
Koordinator TPDI Petrus Selestinus turut mengomentari pengunduran diri Airlangga Hartarto dari kursi ketua umum Partai Golkar.
Menurut Petrus, sebagai partai politik besar, kuat dan moderen, Partai Golkar tidak boleh menjadi alat permainan kekuasaan yang bersifat pragmatis oleh siapapun juga termasuk oleh pihak eksternal yaitu Presiden Jokowi sekalipun.
"Karena itu meskipun Airlangga Hartarto sudah mengajukan permintaan pengunduran diri secara tertulis kepada DPP Partai Golkar bahkan sudah membacakan pada tanggal 10/8/2024, akan tetapi institusi DPP Partai Golkar memiliki wewenang untuk "mengabulkan atau menolak" permintaan pengunduran diri dimaksud," kata Petrus, Senin (12/8/2024).
DPP Partai Golkar, kata Petrus harus bermanuver untuk mencegah dan menangkal setiap manuver politik yang bersifat mengintervensi persoalan internal Partai Golkar atas nama apapun termasuk atas nama penegakan hukum, apalagi bernuansa politisasi hukum.
"Oleh sebab itu permohonan pengunduran diri Airlangga Hartarto dari Ketua Umum Golkar harus dicegah dan ditangkal, karena terdapat gejala-gejala yang tidak normal memperlihatkan ada invisible hand yang tengah bermain. Apapun kesalahan Airlangga Hartato, selesaikan sesuai mekanisme hukum di internal yaitu Mahkamah Partai bukan atas dasar desakan kekuasaan mengatasnamakan penegakan hukum untuk menguasai partai politik," tuturnya.
Baca juga: Airlangga Mundur dari Ketua Umum Golkar, Pengamat: Penggantinya Sosok yang Patuh Pemerintah
Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara itu menuturkan, DPP Golkar harus tetap mempertahankan irama pergantian Ketua Umum Umum Golkar sesuai mekanisme AD & ART, apalagi masa bhakti DPP Airlangga Hartato berakhir pada Munas Golkar yang akan datang yaitu pada bulan Desember 2024.
Jika terdapat dorongan atas dasar kepentingan pihak ketiga, sehingga Golkar harus mengadakan Munaslub, maka Partai Golkar akan terlihat seolah-olah berada dalam keadaan terancam atau dalam keadaan kegentingan yang memaksa.
"Sehingga diperlukan langkah penyelamatan melalui Munaslub dan inilah yang merugikan Partai Golkar dan Pemerintahan yang akan datang," ujarnya.