News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi di PT Timah

Kubu Harvey Moeis Sebut Tuduhan soal Kewajiban Reklamasi Area Tambang ke Kliennya Salah Alamat

Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024). Kuasa hukum Harvey Moeis sebut tuduhan pada kliennya dalam surat dakwaan salah alamat, kewajiban reklamasi area pertambangan kewajiban perusahaan pelaksana pertambangan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harvey Moeis akhirnya duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa hari ini, Rabu (14/8/2024) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Suami artis Sandra Dewi itu menjadi terdakwa dalam perkara dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di Bangka Belitung terkait posisinya sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT).

Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum membeberkan peran Harvey Moeis terkait perkara ini.

Harvey Moeis sebagai perwakilan PT RBT disebut jaksa berperan mengkoordinir pengumpulan uang pengamanan dari para perusahan smelter swasta di Bangka Belitung.

Perusahaan smelter yang dimaksud ialah: CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.

Terpisah kubu kuasa hukum Harvey Moeis memberikan tanggapan atas dakwaan tersebut.

Berdasarkan surat dakwaan, para tersangka disebut telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun dari pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Menanggapi hal tersebut, Pengacara Harvey Moeis, Junaedi Saibih mengatakan, tuduhan yang ditujukan kepada kliennya bisa dibilang salah alamat.

Baca juga: Terjerat Korupsi Timah, Harvey Moeis Didakwa Koordinir Pengamanan Tambang Ilegal

Kewajiban untuk melakukan reklamasi atau pemulihan lingkungan pada area pertambangan merupakan kewajiban dari perusahaan pelaksana pertambangan yang telah mendapatkan izin dari pemerintah yang ditandai dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

"Kewajiban pemulihan lingkungan wilayah tambang yang divaluasi jaksa sebesar Rp 271 triliun (terakhir diperbarui jadi Rp 300 triliun) dipegang oleh pemilik IUP dengan jaminan reklamasi, dan PT Timah sebagai pemilik IUP-nya memiliki dan akan melaksanakan reklamasi wilayah," jelas Junaedi dalam keterangannya.

Tim kuasa Harvey Moeis juga menggarisbawahi dalil JPU sebagaimana tercantum dalam surat dakwaan yakni kerugian lingkungan (ekologis) dan kerugian ekonomi lingkungan merupakan hak negara. Sedangkan biaya pemulihan lingkungan merupakan kewajiban negara. Dalil tersebut menurut Junaedi Saibih tidak dikenal dalam tatanan hukum positif Indonesia.

“Biaya pemulihan itu kewajiban pemilik IUP. Biaya tersebut telah didepositokan oleh pemegang IUP dalam bentuk jaminan reklamasi dan jaminan pasca tambang,” jelas Junaedi.

Mempertimbangkan kondisi Harvey Moeis, menurut Junaedi, kliennya tidak punya kompetensi yang memungkinkan dirinya bisa mempengaruhi dilakukan atau tidak dilakukannya reklamasi di area pertambangan tersebut.

"HM tidak memiliki posisi ataupun jabatan dalam perusahaan smelter-smelter terkait (smelter yang bekerja sama dengan PT Timah)," tutur dia.

Harvey Moeis dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024). (Tribunnews.com/Ashri Fadilla)

Junaedi melanjutkan, skema kerjasama yang terjadi antara PT Timah dan smelter-smelter swasta adalah kerjasama yang terjalin karena kebutuhan PT Timah dalam menaikkan produksi logam timah.

"Harvey Moeis tidak menginisiasi kerja sama sewa-menyewa peralatan processing timah, karena Harvey Moeis, tidak memiliki kompetensi dan kapasitas terkait praktik pertambangan dan produksi timah ini," sambung dia.

Mempertimbangkan kondisi tersebut, menurut Junaedi, kliennya tidak memiliki keterkaitan apalagi kewajiban apapun dalam menanggung pemulihan lingkungan dari aktivitas pertambangan tersebut sebesar Rp 300 triliun.

"Posisi Harvey Moeis nanti akan menjadi fakta persidangan yang terang setelah diluruskan dengan fakta dan bukti dalam persidangan" tegasnya.

Dalam dakwaan juga disebutkan, Harvey Moeis dan tersangka lainnya, Helena Lim, menerima uang Rp 420 miliar dalam kasus korupsi timah.

Berkaitan dengan dakwaan tersebut, Junaedi menerangkan, dana tersebut bukan dana yang digunakan oleh gratifikasi melainkan dan CSR (corporate social responsibility) dari seluruh smelter.

Dana yang diperoleh tersebut, digunakan untuk berbagai kegiatan community development di Bangka Belitung, seperti sumbangan masjid, sumbangan bencana alam, sumbangan covid dan alat kesehatan, dan lain-lain.

"Sehingga CSR bukan seolah-olah ada, tapi memang benar adanya, dan bukan bertujuan memperkaya diri sendiri maupun orang lain, tetapi untuk berbagai kegiatan community development yang akan disampaikan pada tahap pembuktian" beber Junaedi.

Baca juga: Jaksa Siapkan Dakwaan Crazy Rich PIK Helena Lim, Susul Harvey Moeis Jadi Terdakwa

Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, menurut Junaedi, segala tuduhan yang dialamatkan kepada kliennya tidaklah tepat.

Bahkan, ia juga mempertanyakan aksi penyitaan terhadap kekayaan Harvey Moeis dan istrinya yang dinilai tidak bekaitan dengan tuduhan korupsi tersebut.

"Harta yang disita saat ini adalah harta dari penghasilan Harvey Moeis sendiri sebagai pengusaha, bahkan terdapat pula aset yang merupakan hasil dari jerih payah istrinya, contohnya seperti 88 tas branded itu merupakan hasil endorsement," pungkas dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini