TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Istana melalui Staf Khusus Presiden Juri Ardiantoro angkat bicara terkait isu keretakan hubungan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan presiden terpilih Prabowo Subianto pasca-batalnya revisi Undang-Undang Pilkada.
Menurut Juri, isu tersebut dihembuskan untuk mengadu domba dan mengganggu jalannya pemerintahan.
"Politik adu domba seperti itu sudah usang dan tidak disukai oleh masyarakat kita."
"Jika ada mengadu-domba dengan nyata-nyata mengatakan hubungan Presiden Joko Widodo dan Presiden Terpilih saat ini retak adalah upaya menganggu agenda keberlanjutan pemerintahan,” kata Juri Senin (26/8/2024).
Dia menjelaskan adu domba dilakukan dengan merangkai-rangkai berbagai informasi, peristiwa dan kejadian yang terjadi belakangan ini, padahal tidak ada kaitannya sama sekali.
Informasi tersebut dirangkai dan kemudian disimpulkan adanya keretakan.
Juri menjelaskan fokus utama Pemerintahan Jokowi, saat ini adalah meletakan pondasi yang kuat untuk memuluskan transisi pemerintahan.
Menurut Juri, Jokowi memberikan tempat dan kesempatan yang luas bagi Presiden Terpilih memulai menyusun agenda-agenda strategis untuk menjalankan visi dan misinya demi keberlanjutan pemerintahan nantinya.
Sehingga menyimpulkan adanya keretakan hubungan keduanya adalah hal yang sulit diterima.
“Dimana letak keretakannya?"
"Itulah yang menjadi menjadi pertanyaan Pak Prabowo."
"Presiden Terpilih tegas menampik berbagai spekulasi, rumor bahkan upaya-upaya politik yang bertujuan mengadu domba dengan Presiden Joko Widodo,’ jelas Juri.
“Politik adu domba itu politik usang sangat tidak disukai oleh Masyarakat kita."
"Jadi, berhentilah membangun narasi dan spekulasi yang bersifat pecah belah kita sebagai bangsa,” pungkas Juri.(*)