News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi di PT Timah

Apa Itu Metode Kaleng Susu, Jemput Bola hingga Modus Perusahaan Cangkang di Kasus Korupsi PT Timah?

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang pembacaan dakwaan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (26/8/2024). Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mengungkapkan adanya metode kaleng susu dan jemput bola yang digunakan untuk mengakomodir hasil penambangan timah ilegal di Bangka Belitung (Babel).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mengungkapkan adanya metode kaleng susu dan jemput bola yang digunakan untuk mengakomodir hasil penambangan timah ilegal di Bangka Belitung (Babel).

Fakta ini diungkap dalam sidang pembacaan dakwaan terhadap dua mantan petinggi PT Timah, M Riza Pahlevi sebagai mantan direktur utama dan Emil Ermindra sebagai mantan direktur keuangan, Senin (26/8/2024).

Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, jaksa mengungkap bahwa awalnya, metode tersebut dilakukan karena para petinggi PT Timah ingin meningkatkan produksi pada pertengahan tahun 2017.

Namun cara yang digunakan, mereka tak hanya membeli dari para penambang legal, tetapi juga ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.

Baca juga: Brigjen Mukti Juharsa Disebut dalam Sidang Korupsi Timah Harvey Moeis, Ini Kata Propam Polri

"Pada pertengahan tahun 2017 ALWIN ALBAR selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk bersama-sama Terdakwa MOCHTAR RIZA PAHLEVI TABRANI selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan EMIL EMINDRA selaku Direktur Keuangan PT Timah bersepakat untuk meningkatkan produksi bijih timah dengan cara membeli dari penambang baik Mitra Jasa Penambangan atau pemilik IUJP maupun penambang illegal yang melakukan penambangan di wilayah IUP PT Timah Tbk," kata jaksa saat membacakan dakwaan bagi Mochtar Riza dan Emil Ermindra.

Untuk melancarkan tujuan tersebut, mereka kemudian membeli bijih timah secara jemput bola, yakni mendatangi para penambang ilegal.

"Bahwa untuk melaksanakan program pembelian langsung bijih timah dari penambang ilegal dengan sistem Jemput Bola tersebut mewajibkan karyawan yang berada di bawah ALWIN ALBAR selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk untuk mendatangi penambang ilegal yang melakukan kegiatan pengambilan sisa-sisa hasil penambangan atau melimbang di lokasi tambang di wilayah IUP PT Timah Tbk," katanya.

Menurut jaksa, para penambang ilegal saat itu dibayar secara tunai.

Namun lama kelamaan mereka menolak menyerahkan hasil penambangan ilegal ke PT Timah karena ingin dibayar sesuai dengan harga pasaran timah.

"Dalam pelaksanaan pembayaran tersebut mengalami kendala karena pemilik bijih timah tidak bersedia menjual sesuai dengan harga yang ditetapkan dalam RAB PT Timah Tbk melainkan berdasarkan harga pasar saat itu," ujar jaksa.

Untuk menyelesaikan permasalahan itu, para petinggi PT Timah akhirnya membeli bijih timah dengan harga kadar tinggi.

Padahal, bijih timah yang didapat berkadar rendah.

Baca juga: Profil Mukti Juharsa, Perwira Tinggi Polri yang Disebut dalam Sidang Korupsi Timah Harvey Moeis

Hal itu dapat terjadi karena menggunakan metode kaleng susu alias tidak ada uji laboratorium saat pembelian bijih timah oleh PT Timah.

Dari situlah kemudian terdapat kemahalan harga yang dikeluarkan PT Timah.

"Dalam pelaksanaannya PT Timah Tbk membeli bijih timah kadar rendah dengan harga kadar tinggi yang ditambang oleh Penambang Ilegal di dalam Wilayah IUP PT Timah. Dimana Penentuan Tonase Bijih timah yang dibeli menggunakan Metode Kaleng Susu tanpa uji laboratorium."

Atas perbuatannya dalam perkara ini, Riza Pahlevi dan Emil Ermindra didakwa Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Perusahaan Cangkang

Kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah mengungkap adanya modus perusahaan cangkang atau perusahaan boneka yang sengaja dibuat untuk kamuflase.

Fakta ini terungkap dalam dakwaan jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung atas terdakwa MB Gunawan, Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa (SIP).

MB Gunawan disebut jaksa, membentuk dua perusahaan cangkang atau boneka bersama saudaranya, Suwito Gunawan alias Awi.

"Terdakwa MD Gunawan baik sendiri maupun bersama Suwito Gunawan alias Awi membentuk perusahaan cangkang atau boneka, yaitu CV Bangka Jaya Abadi dan CV Rajawali Total Persada," ujar jaksa penuntut umum saat membacakan dakwaan di persidangan.

Baca juga: Fakta Sidang Harvey Moeis: Jenderal Polri Umumkan Kesepakatan Kuota Ekspor Timah di Grup Whatsapp

Menurut jaksa, dua perusahaan cangkang tersebut sengaja dibentuk untuk mengumpulkan bijih timah dari kegiatan penambangan ilegal di wilayah ijin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.

Kedua perusahaan itu diketahui mengumpulkan bijih timah bermodalkan surat perintah kerja (SPK) pengangkutan atau sebagai transporter.

"Seolah-olah sebagai mitra jasa pemborongan yang akan diberikan surat perintah kerja atau SPK pengangkutan di wilayah IUP PT Timah Tbk," kata jaksa.

Bijh timah yang dikumpulkan perusahaan cangkang kemudian dibeli PT Timah.

Kemudian PT Timah mengirimnya kepada PT Standindo Inti Perkasa.

"Bijih timah tersebut dibeli PT Timah Tbk dan dikirim ke PT Stanindo Inti Perkasa sebagai pelaksanaan kerja sama sewa peralatan processing antara PT Timah dengan PT Stanindo Inti Perkasa," ujar jaksa.

Untuk harga bijih timah yang dijual perusahaan cangkang ke PT Timah, dihargai USD 3.700 per ton.

Harga itu menurut jaksa, lebih mahal daripada harga di pasaran. Terlebih, penentuan harga dilakukan tanpa adanya kajian memadai.

"Terdakwa MB Gunawan, baik sendiri maupun bersama Suwito Gunawan alias Awi, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan Alwin Albar mengetahui dan atau menyepakati harga sewa processing penglogaman PT Timah sebesar 3.700 US Dolar per ton untuk empat smelter, yaitu PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan CV Venus Inti Perkasa tanpa dilakukan studi kelayakan atau kajian yang memadai, sehingga PT Stanindo Inti Perkasa menerima pembayaran dari PT Timah yang terdapat kemahalan harga pembayaran," jelas jaksa.

Adapun dalam perkara ini, MB Gunawan didakwa Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Tribun Network/aci/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini