Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana kasus korupsi Dono Purwoko mengaku tidak mendapatkan izin salat Jumat karena belum menyetorkan uang bulanan kepada petugas Rutan KPK.
Hal tersebut disampaikan mantan Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya (Persero) itu kala bersaksi dalam persidangan kasus dugaan pemerasan atau pungutan liar (pungli) di Rutan KPK.
Dono merupakan terpidana kasus korupsi proyek pembangunan Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Minahasa, Sulawesi Utara tahun 2011.
Mulanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanyakan Dono soal ada atau tidaknya ancaman saat dirinya belum membayar setoran bulanan.
Di ruang sidang, Dono mengaku tidak mendapat ancaman selama menjadi tahanan Rutan KPK. Namun, ia menyebutkan dipersulit untuk menunaikan salat Jumat.
"Tidak, tidak pernah mengancam itu, tapi yang jelas saya mengalami ketika sebelum dipanggil itu saya Jumatan gak bisa," ucap Dono di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/9/2024).
"Jadi, menurut saya ini adalah suatu indikasi bahwa akan ada kerepotan-kerepotan atau masalah-masalah ketika nanti berproses hukum menghadapi masalah saya ini," imbuhnya.
Baca juga: Dugaan Mark Up Pengadaan Gas Air Mata Polri Senilai Rp26 Miliar Dilaporkan ke KPK
Meski begitu, ia sempat menyampaikan protes terhadap petugas yang menghalanginya. Akhirnya pun ia diperbolehkan untuk salat Jumat.
"Karena belum bayar terus untuk beribadah Jumatan juga dipersulit, gitu?" tanya jaksa KPK.
"Ya, walaupun akhirnya dikeluarkan (diizinkan salat Jumat, red)," jawab Dono.
Setelah itu, Dono mengaku rutin melakukan pembayaran setiap bulannya. Setelahnya, ia tidak lagi dihalangi untuk Jumatan.
"Terus kalau membayar ibadahnya juga lancar?" tanya jaksa.
"Ya," jawab Dono.
Baca juga: Bareskrim Tangkap Penjual Video Pornografi Via Telegram, Pelakunya Pria Penyuka Sesama Jenis
Dalam kasus dugaan pungli di Rutan Cabang KPK, terdapat 15 terdakwa yang diduga melakukan pungli atau pemerasan kepada para tahanan senilai total Rp6,38 miliar pada rentang waktu tahun 2019–2023.
Sebanyak 15 orang dimaksud, yakni Kepala Rutan KPK periode 2022–2024 Achmad Fauzi, Pelaksana Tugas Kepala Rutan KPK periode 2021 Ristanta, serta Kepala Keamanan dan Ketertiban KPK periode 2018–2022 Hengki.
Selain itu, ada pula para petugas Rutan KPK meliputi Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Agung Nugroho, Ari Rahman Hakim, Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rahmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, serta Ramadhan Ubaidillah, yang menjadi terdakwa.
Pungli dilakukan para terdakwa di tiga Rutan Cabang KPK, yakni Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur, Rutan KPK di Gedung C1, dan Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4). Dari setiap Rutan Cabang KPK, pungli yang dikumpulkan senilai Rp80 juta setiap bulannya.
Perbuatan korupsi dilakukan dengan tujuan memperkaya 15 orang terdakwa tersebut, yakni memperkaya Deden senilai Rp399,5 juta, Hengki Rp692,8 juta, Ristanta Rp137 juta, Eri Rp100,3 juta, Sopian Rp322 juta, Achmad Rp19 juta, Agung Rp91 juta, serta Ari Rp29 juta.
Baca juga: Dalih Hakim Agung Gazalba Saleh Kirim Duit ke Ayah Teman Wanita: Untuk Sedekah
Selanjutnya, memperkaya Ridwan sebesar Rp160,5 juta, Mahdi Rp96,6 juta, Suharlan Rp103,7 juta, Ricky Rp116,95 juta, Wardoyo Rp72,6 juta, Abduh Rp94,5 juta, serta Ramadhan Rp135,5 juta.
Dengan demikian, perbuatan para terdakwa tergolong sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.