News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Eks Penyidik KPK: Harusnya Nurul Ghufron Mundur

Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan oleh Dewan Pengawas KPK di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Selasa (14/5/2024).

TRIBUNNEWS.COM - Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap menilai Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron seharusnya mundur dari jabatannya setelah terbukti melakukan pelanggaran etik.

Nurul Ghufron dikethaui diberi sanksi teguran tertulis dan pemotongan gaji sebesar 20 persen.

Yudi Purnomo menilai putusan tersebut terlalu ringan untuk Nurul Ghufron.

"Putusan tersebut terlalu ringan dan tidak akan menimbulkan efek jera bagi pimpinan dan pegawai KPK lainnya untuk melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh NG (Nurul Ghufron)," kata Yudi pada Sabtu (7/9/2024).

Sejatinya, lanjut Yudi, KPK mempunyai standar etik tinggi untuk tidak terlalu ikut campur dalam urusan yang bukan tugas dan pokok serta fungsinya dalam hal memberantas korupsi.

"Harusnya Nurul Ghufron diberi sanksi berat untuk mengundurkan diri," tutur Yudi.

Meski begitu, Yudi tetap menghargai putusan yang dibacakan Dewas KPK tersebut.

"Namun sekali lagi putusan sudah dibacakan, setidaknya Nurul Ghufron telah terbukti bersalah melanggar etik dan tentu ini semakin membuat kepercayaan publik kepada KPK semakin rendah," jelas Yudi

Seperti diketahui, Nurul Ghufron terbukti melanggar etik karena membantu mutasi seorang pegawai Kementerian Pertanian (Kementan) berinisial ADM ke Malang, Jawa Timur (Jatim).

Padahal, KPK sedang menangani kasus dugaan korupsi di Kementan.

"Menjatuhkan sanksi sedang kepada terperiksa (Nurul Ghufron) berupa teguran tertulis," ucap Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Jumat (6/9/2024) dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Mahfud MD: Kalau Kaesang Tak Bisa Dipanggil KPK Karena Bukan Pejabat, Perlu Dikoreksi

Dewas KPK lalu menjatuhkan sanksi sedang, berupa teguran tertulis terhadap Nurul Ghufron.

Selain itu, KPK juga memberikan sanksi berupa pemotongan gaji terhadap Nurul Ghufron selama enam bulan.

Adapun, Dewas KPK memutuskan pemotongan gaji pejabat KPK tersebut sebesar 20 persen.

Sanksi itu dijatuhkan agar Nurul Ghufron tidak mengulangi perbuatannya dan senantiasa menjaga sikap serta perilakunya selama menjadi pimpinan KPK.

"Pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan di KPK sebesar 20 persen selama enam bulan," kata Tumpak.

Sebelumnya, Nurul Ghufron mengaku siap menerima apapun vonis Dewas KPK.

"Saya dari awal kan mengikuti sidang. Jadi apapun konsekuensinya saya tentu akan hadapi," kata Ghufron di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (3/9/2024).

3 Hal yang Memberatkan

Anggota Dewas KPK, Albertina Ho, mengungkap tiga hal yang memberatkan Nurul Ghufron dalam perkara ini.

Pertama, Nurul Ghufron bersikap tidak kooperatif lantaran menunda-nunda proses persidangan.

"Terperiksa tidak kooperatif dengan menunda-nunda persidangan sehingga menghambat kelancaran proses sidang," kata Albertina dalam persidangan, Jumat.

Kedua, Nurul Ghufron tidak menyesali perbuatan yang telah dilakukannya.

Lalu yang ketiga, Nurul Ghufron sebagai pimpinan KPK seharusnya menjadi teladan dalam penegakan etik, tetapi melakukan yang sebaliknya.

Sementara untuk hal meringankan, Nurul Ghufron belum pernah dijatuhi sanksi etik.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Abdi Ryanda Shakti)(Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini