News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tetua Adat Sihaporas Anak Pejuang Kemerdekaan Cari Keadilan di Jakarta: Apakah di Pusat Masih Ada?

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tetua Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita di Sihaporas, Mangitua Ambarita, saat Konferensi Pers Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) terkait Perlindungan dan Pemenuhan Hak Masyarakat Adat di Dolok Parmonangan dan di Sihaporas di Kantor Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia, Jakarta pada Rabu (11/9/2024).

Meski telah menemui tokoh-tokoh pemerintahan di sana, kata dia, namun mereka hanya menjanjikan penyelesaian atas sengketa tersebut tanpa ada tindaklanjut yang memenuhi rasa keadilan bagi mereka.

Hal itu diungkapkannya saat Konferensi Pers Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) terkait Perlindungan dan Pemenuhan Hak Masyarakat Adat di Dolok Parmonangan dan di Sihaporas di Kantor Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia, Jakarta pada Rabu (11/9/2024).

"Tetapi yang menjadi pertanyaan bagi kami, ada apa di belakang ini? Apakah perusahaan sudah mendekati mereka ini sehingga ada yang dijanjikan kepada masyarakat tidak ditindaklanjuti? Itulah yang menjadi banyak hambatan," kata dia.

"Sebenarnya bukan kami tidak melakukan banyak usaha di daerah. Tetapi itu tadi, lagi-lagi mentok. Akhirnya kami memutuskan, mencoba, apakah di pusat masih ada keadilan? Apakah di pemerintah pusat masih ada respons untuk masyarakat adat?" sambung dia.

Ia pun menyayangkan sikap negara terhadap apa yang dialaminya dan warga masyarakat adatnya selama ini.

Padahal, kata dia, ayahnya adalah seorang pejuang kemerdekaan yang mendapatkan penghargaan dari Legiun Veteran.

Berdasarkan penuturan keluarga, penghargaan tersebut diberikan oleh Menhankam ke-17 Jenderal (Purn) TNI LB Moerdani pada 1989 silam.

"Kenapa setelah mati-matian, orang tua kita, termasuk bapak saya mendapat penghargaan dari Legiun Veteran, ada 6 orang di Sihaporas," kata dia.

"Maksudnya kalau sudah merdeka Indonesia, kembali kan tanah itu tadi. Ternyata bukan kembali, malah diambil negara di kasih ke TPL. Itu yang kami sayangkan negara ini. Di mana keadilan? Apakah masyarakat ini sudah tidak diperlukan lagi setelah enak-enak mereka duduk di kursi yang empuk? Lupa kacang dari kulitnya ini," kata dia.

Ketua PH AMAN Wilayah Tano Batak, Jhontoni Tarihoran, mengatakan masyarakat adat di Sihaporas mengungkapkan tahun-tahun di mana mereka harus berhadapan dengan proses hukum karena memperjuangkan tanah adatnya.

Momentum tersebut terjadi di antaranya dimulai sejak tahun 2000, 2004, 2019, dan 2024.

Warga komunitas masyarakat adat tersebut, kata dia, bahkan ada yang ditangkap dan dipenjara.

Bahkan, kata dia, pada saat 22 Juli 2024 lalu lima orang ditangkap Polres Simalungun tanpa ada surat penangkapan dan mengalami kekerasan.

Sebanyak empat di antaranya kemudian ditetapkan tersangka dengan dijerat pasal terkait perusakan lahan secara bersama-sama oleh Polres Simalungun.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini