Atas dasar itu, DPN APTI menyatakan menolak PP 28/2024 dan RPMK yang karena akan berdampak ganda bagi kelangsungan usaha industri kretek nasional di tanah air dan bisa mengancam kehidupan petani tembakau.
Apalagi, sejumlah negara yang menerapkan penyeragaman kemasan terbukti tak secara drastis menurunkan angka perkokok aktif. Sebaliknya, peredaran rokok ilegal bisa makin meningkat, dan berdampak pada turunnya penerimaan cukai negara.
"Beberapa negara yang menerapkan penyeragaman kemasan/kemasan polos terbukti tidak secara drastis menurunkan angka perokok aktif. Yang terjadi justru peredaran rokok ilegal makin meningkat. Dampak lain, penerimaan cukai negara turun, serta melahirkan kemiskinan baru," kata Agus.
Sebagai informasi, ada beberapa poin dalam PP Kesehatan ini yang menjadi kekhawatiran industri antara lain Bab II Bagian Kedua Puluh Satu, yang mengatur pengendalian zat adiktif, termasuk produk tembakau dan rokok elektronik.
Aturan ini melarang penjualan tembakau dan rokok elektronik melalui mesin layan diri, kepada orang di bawah usia 21 tahun, perempuan hamil, serta penjualan di sekitar pintu masuk, tempat pendidikan, dan tempat bermain anak.
Selain itu, PP 28/2024 juga melarang iklan, promosi, dan sponsor untuk pangan olahan yang melebihi batas maksimum gula, garam, dan lemak GGL.