Dari hasil penjualan gorengan, Nia bisa memperoleh penghasilan tambahan yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari keluarga, termasuk membeli bahan makanan dan perlengkapan rumah.
Nia memiliki mimpi besar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ia bercita-cita kuliah dan berharap bisa membantu mengangkat derajat keluarganya dari jurang kemiskinan.
Nia adalah sosok yang rajin dan cerdas; ia bahkan berprestasi di sekolah dan aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti silat, di mana ia telah meraih beberapa medali. Nia berusaha menabung dari hasil jualannya untuk membeli laptop guna mendukung pendidikannya.
Sebagai seorang siswa, Nia dikenal baik hati dan suka menolong teman-temannya yang lebih membutuhkan.
Ia sering meminjamkan uang kepada teman-temannya meskipun dirinya berasal dari keluarga yang serba kekurangan. Guru dan sahabat-sahabatnya di sekolah juga sangat kehilangan sosok Nia, yang selalu ceria, pekerja keras, dan penuh semangat untuk meraih cita-cita.
Kematian Nia tak hanya meninggalkan luka mendalam bagi keluarganya, tetapi juga bagi komunitas yang mengenalnya sebagai gadis mandiri yang memiliki tekad kuat meraih masa depan yang lebih baik.
Keluarga Nia minta pelaku dihukum berat
Keluarga Nia sangat terpukul dan kehilangan atas kematian Nia. Eli Marlina, ibu Nia, mengatakan belum tenang hingga pelaku yang membunuh putrinya ditangkap dan dihukum berat.
Eli berharap polisi bisa segera menangkap pelaku yang bertanggung jawab atas kematian putri keduanya itu.
Ia bahkan menginginkan hukuman mati bagi pelaku. Alasannya, tindakan yang dilakukan terhadap Nia sangat keji dan tidak manusiawi.
Rasa duka dan kehilangan Eli kian membesar tiap kali mengingat sosok Nia yang seharusnya memiliki masa depan cerah.
Keluarga besar Nia juga berharap keadilan ditegakkan. Mereka yakin bahwa Nia bukan korban perampokan, melainkan korban kejahatan asusila.