Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Firman Soebagyo mengatakan DPR akan mengambil sejumlah langkah untuk memastikan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik sesuai ketentuan undang-undang.
Setiap pasal akan dicek untuk memastikan kesesuaian dengan RUU Komoditas Strategis Nasional (KSN).
Hal ini karena Permenkes sebagai aturan turunan undang-undang, tidak boleh mengintervensi atau menganulir ketentuan di atasnya.
“Jika terdapat kontradiksi yang signifikan, DPR RI akan mendorong pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung,” kata Firman kepada wartawan, Selasa (17/9/2024).
Adapun hal ini berangkat dari dua regulasi anyar yakni Rancangan Permenkes dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang banyak menuai diskusi kritis dari sejumlah pihak.
Satu di antaranya soal regulasi kemasan rokok tanpa merek, kekhawatiran industri hasil tembakau terpuruk, hingga minimnya keterlibatan pihak terdampak dalam penyusunannya.
Pada tingkat legislatif, DPR kata Firman, akan terus memantau dan mempertimbangkan berbagai keluhan dari pemangku kepentingan terkait. Langkah-langkah yang mungkin diambil termasuk pengajuan judicial review jika ditemukan adanya ketidakadilan dalam peraturan.
“Ini termasuk kemungkinan untuk meninjau kembali atau bahkan membatalkan kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan umum,” kata dia.
Legislator Partai Golkar ini menilai regulasi itu memang berpotensi berdampak pada kelompok masyarakat kecil, seperti pedagang asongan, pekerja, petani dan industri hasil tembakau yang telah berkontribusi menyumbang pendapatan ke negara lewat cukai.
Jika terdapat ketidakadilan, masyarakat memiliki hak mengajukan gugatan dan meminta peninjauan ulang terhadap regulasi yang dianggap tidak sesuai dengan kaidah perundang-undangan.
Baca juga: Jumlah Pengguna Rokok Elektrik di Indonesia Melonjak, Perlu Diiringi dengan Edukasi
Menurut Firman, Mahkamah Konstitusi (MK) berperan penting dalam menjaga agar kebijakan pemerintah tidak merugikan masyarakat. MK diharapkan juga dapat memeriksa dan menilai apakah terdapat unsur subjektivitas dalam aturan-aturan baru tersebut.
“Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakadilan dalam proses pembuatan peraturan, yang seharusnya melibatkan semua stakeholder, termasuk menteri-menteri terkait,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachjudi menyebut proses penyusunan Rancangan Permenkes nihil partisipasi dari kalangan industri. Agenda seperti dengar pendapat publik juga tidak melibatkan kementerian terkait seperti Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
“Proses yang terburu-buru ini juga dinilai tidak memberikan ruang yang cukup bagi masukan dari pelaku usaha,” kata Benny.
Kekhawatiran soal potensi maraknya peredaran rokok ilegal imbas regulasi kesehatan itu juga disampaikan Ketua Umum Asosiasi Penguasa Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey. Ia mengkritik penegakan hukum terkait peredaran rokok ilegal di Indonesia.
“Jika yang ilegal lebih banyak dan tidak membayar cukai, bagaimana kami bertahan dengan peraturan yang semakin ketat?” ucapnya.