News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konsorsium Pembaruan Agraria dan Serikat Petani Pasundan Tuntut KPK Serius Bongkar Korupsi Agraria

Editor: Dodi Esvandi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bersama Serikat Petani Pasundan (SPP) menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk lebih serius membongkar korupsi agraria 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bersama Serikat Petani Pasundan (SPP) menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk lebih serius membongkar korupsi agraria 

Tuntutan itu mereka sampaikan dalam aksi di Gedung KPK pada Senin (23/9/2024).

Aksi itu merupakan bagian dari Peringatan Hari Tani Nasional (HTN) 2024 yang diperingati setiap 24 September. 

Sebanyak 500 pengunjuk rasa yang mewakili 80 organisasi petani di berbagai daerah itu menyampaikan aspirasi mereka terkait urgensi pembongkaran dan pemberantasan korupsi agraria di Indonesia. 

Hari Tani merupakan momentum sakral dan hari mulia bagi kaum tani, masyarakat agraris, dan seluruh rakyat yang mendambakan terciptanya keadilan dan kedaulatan agraria bagi segenap rakyat dan bangsa. 

Rencananya pada Selasa (24/9/2024) besok sebanyak 15.000 petani akan merayakan HTN di Jakarta dan berbagai daerah. 

“Para petani meminta KPK serius membongkar korupsi agraria yang sangat masif. Selama dua periode pemerintahan Joko Widodo, ada 2.939 letusan konflik agraria dengan luas mencapai 6,3 juta hektar. Korban terdampak sebanyak 1,75 juta rumah tangga di seluruh wilayah di Indonesia,” kata Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika dalam aksi tersebut. 

Baca juga: Konflik Agraria di Indonesia Tertinggi dari Enam Negara Asia

Menurut Dewi, bagi petani, masyarakat adat, nelayan dan kaum perempuan, tanah, air dan kekayaan alam adalah penunjang pokok hidup, sumber pangan, hingga identitas, simbol nilai-nilai luhur dan kemuliaan hidup, harkat dan martabat. 

Akan tetapi, lanjutnya, sumber-sumber agraria dilihat sama sekali berbeda oleh kelompok pemodal, pemerintah pusat dan daerah. 

Tanah diposisikan sebagai barang komoditas yang dapat dieksploitasi, diperjualbelikan sehingga alat transaksional politik demi mencapai akumulasi keuntungan ekonomi atau pun kekuasaan. 

“Akibatnya, petani dan kelompok marjinal di pedesaan dan wilayah adat menjadi korban dan berada dalam situasi konflik agraria, hingga terusir dari tanahnya,” kata Dewi.  

KPA mencatat sumber-sumber agraria terutama tanah, air dan hutan kini dikuasai oleh segelintir orang saja. 

Hingga saat ini sudah 25 juta hektar tanah dikuasai oleh pengusaha sawit, 10 juta hektar tanah dikuasai pengusaha tambang dan 11,3 juta hektar tanah dikuasai oleh pengusaha kayu. 

Pada waktu bersamaan ada 17,24 juta petani gurem yang hanya menguasai tanah di bawah 0,1 s/d 0,5 hektar, sisanya buruh tani dan tidak bertanah. 

Baca juga: Presiden Terpilih Diharapkan Bentuk Lembaga Peradilan Khusus Konflik Agraria, Ini Alasannya

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini