TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Syuro DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengapresiasi keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) mencabut Ketetapan (TAP) Nomor II/MPR/2001 tentang pertanggungjawaban dan pemberhentian Presiden keempat Republik Indonesia, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Keputusan ini diambil dalam Sidang Paripurna MPR akhir masa jabatan Periode 2019-2024.
Wakil Sekretaris Dewan Syuro DPP PKB KH Maman Imanulhaq mengatakan, urgensi serta argumentasi upaya pencabutan Tap MPR RI No II tahun 2001 ini adalah langkah penting untuk memulihkan nama baik Gus Dur.
"Ini adalah momen bersejarah bagi bangsa di mana keadilan bagi Gus Dur akhirnya terwujud.'
"Kami Fraksi PKB merespon dengan gembira atas pencabutan Tap MPR No II tahun 2001. Ini adalah perjuangan panjang dan tidak mudah yang diinisasi oleh PKB dibawah kepemimpinan Gus Muhaimin Iskandar untuk memulihkan nama baik Gus Dur," kata Kiai Maman kepada wartawan, Rabu (25/9/2024).
Kiai Maman menegaskan, keputusan yang telah diperjuangkan lama oleh PKB ini tidak hanya bermakna hukum, tetapi juga simbol rekonsiliasi nasional yang didambakan sejak lama.
"Dalam pandangan Fraksi PKB MPR RI yang dibacakan oleh Sekretaris Fraksi PKB MPR RI Ibu Neng Eem Marhamah pada Sidang MPR menegaskan bahwa pemulihan nama baik Presiden KH Abdurrahman Wahid secara sosiologis dan historis akan menjadi legasi besar bagi pimpinan MPR periode ini," ujarnya.
Atas keputusan itu, kata Kiai Maman, nama Gus Dur sebagai Presiden keempat kini telah dipulihkan serta diberikan penghargaan yang layak atas jasanya bagi bangsa dan negara.
Kiai Maman menambahkan jasa Gus Dur pada bangsa ini begitu besar. Maka tidak pantas bila Gus Dur dianggap sebagai presiden yang melanggar haluan negara.
Gus Dur, lebih-lebih telah membangun berbagai fondasi bagi tegaknya kebangsaan dan kemanusiaan antara lain yakni fondasi demokrasi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Fondasi berikutnya yang diperjuangkan Gus Dur, kata Kiai Maman, adalah pluralisme atau kebhinekaan.
Acuan utama yang digunakan Gus Dur untuk merayakan kebhinekaan yaitu menegakkan konstitusi yang menjamin kebebasan dan eksistensi setiap kelompok.
Kelompok minoritas tidak bisa dan tidak boleh didiskriminasi dan dikriminalisasi karena keyakinan dan faham yang dianutnya, karena konstitusi menjamin eksistensi mereka di republik ini.
"Ada banyak lagi sumbangsih yang dibangun oleh Gus Dur sebagai pemimpin negara juga guru bangsa. Maka tidak layak jika Gus Dur dianggap melanggar haluam negara," kata Kiai Maman.
Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet secara resmi mencabut TAP MPR Nomor II/MPR/2001 dalam Sidang Paripurna MPR akhir masa jabatan Periode 2019-2024, Rabu (25/9).
Bamsoet mengatakan keputusan itu menindaklanjuti surat usulan dari Fraksi PKB, dan secara resmi diputuskan dalam Rapat Gabungan MPR pada dua hari sebelumnya pada Senin, 23 September.
Baca juga: Respons Cak Imin TAP MPR Nomor II/MPR/2001 Dicabut: Gus Dur Layak Disebut Guru Bangsa
"Pimpinan MPR menegaskan ketetapan MPR nomor II/MPR/2001, tentang pertanggung jawaban Presiden RI KH Abdurrahman Wahid saat ini kedudukan hukumnya tidak berlaku lagi," kata Bamsoet.(*)