Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan empat saksi dalam kasus korupsi tata niaga komoditas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (25/9/2024).
Keempat saksi akan diperiksa dalam sidang untuk terdakwa Kepala dinas (Kadis) ESDM Provinsi Bangka Belitung, Amir Syahbana, Suranto Wibowo dan Plt Kepala Dinas ESDM Babel Rusbani.
Para saksi merupakan inspektur tambang di Dinas ESDM Bangka Belitung.
Mereka di antaranya Prihatini, Wulandari, Agung, dan Ahmad Hermansyah.
Dalam persidangan saksi dicecar jaksa soal evaluasi Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) untuk perusahaan smelter yang bekerja sama dengan PT Timah.
“Terkait yang saksi lakukan dalam mengoreksi atau mengevaluasi RKAB apakah selama tahun 2015 sampai 2017 ada kekurangan atau ketidaklengkapan,” tanya jaksa kepada saksi Prihatini di persidangan.
Baca juga: Kerusakan Lingkungan yang Rugikan Negara Rp 271 T di Kasus Timah Akibat Penegakkan Hukum Tidak Jalan
Mendengar pertanyaan jaksa, Prihatini menjelaskan selalu ada kekurangan dalam evaluasi RKAB tersebut.
Lalu jaksa menanyakan apakah saksi pernah mengevaluasi RKAB 5 perusahaan smelter yang bekerja sama dengan PT Timah di antaranya PT Refined Bangka Tin, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna, dan CV Venus Inti Perkasa.
“Saya tidak bisa ingat satu per satu, mungkin yang saya ingat contohnya PT RBT,” jelas Prihatini.
Baca juga: Sidang Kasus Timah Terdakwa Kadis ESDM Babel, Hakim Ingatkan 9 Saksi Soal Dosa dan Hukuman Pidana
Diketahui dalam perkara ini Amir Syahbana, Suranto Wibowo, dan Rusbani didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 (primair) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU 31/1999 (subsidair).
Para terdakwa eks Kadis ESDM Babel dalam perkara ini disebut-sebut lalai dalam pembinaan dan pengawasan terhadap para pemegang Ijin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).
Akibatnya, perusahaan-perusahaan pemilik IUJP bebas membeli bijih timah hasil penambangan ilegal dan bahkan melakukan penambangan sendiri di wilayah ijin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.