Ketiga, Peraturan Perlindungan Jaminan Keamanan bagi hakim. Hakim yang menjalankan tugas negara berhak mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan agar dapat menjalankan tugasnya tanpa rasa takut atau ancaman.
"Terakhir pengesahan RUU Contempt of Court. Sebuah upaya untuk menjaga kewibawaan peradilan dan memberikan perlindungan terhadap proses peradilan dari segala bentuk intervensi dan penghinaan," kata Fauzan.
Aksi cuti bersama ini lanjutnya juga bukanlah pilihan yang diambil dengan tergesa-gesa. Sejak 2019, para hakim melalui organisasi profesinya, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) telah berjuang dengan sabar dan gigih untuk mendorong perubahan terhadap PP 94 Tahun 2012.
Berbagai upaya resmi dan formal telah ditempuh dengan harapan agar pemerintah memberikan perhatian yang serius dan langkah nyata terhadap tuntutan tersebut.
Kata Fauzan, aksi cuti bersama pada tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024 adalah sebuah langkah terakhir atau ultimum remedium yang diambil dengan tekad bulat dan keberanian tinggi oleh para hakim di seluruh penjuru negeri.
"Hingga hari ini, perjuangan itu belum mendapatkan tanggapan yang sepadan dari pemerintah. Oleh karena itu, dengan berat hati namun penuh keyakinan, aksi cuti bersama ini menjadi pilihan terakhir demi memperjuangkan martabat dan kesejahteraan hakim di Indonesia," ujar Fauzan.
"Kami tidak hanya menuntut hak kami, kami berjuang untuk masa depan bangsa yang lebih adil, di mana hukum menjadi naungan dan bukan sekadar bayangan. Mari satukan langkah, satukan suara, dan satukan hati, karena perubahan besar hanya terwujud ketika kita bergerak bersama. Inilah saatnya kita menjadi bagian dari sejarah, sejarah tentang bangsa yang tak pernah menyerah untuk memperjuangkan keadilan bagi semua," tambahnya.
Baca juga: DPR Dukung Kenaikan Gaji dan Tunjangan Hakim se-Indonesia Buntut Ancaman Mogok Kerja Massal
Fauzan juga menjelaskan aksi cuti massal ini telah mendapatkan dukungan yang sangat besar dari berbagai kalangan.
Dukungan ini datang dari hakim tingkat pertama yang berjuang di seluruh nusantara, hakim tingkat banding, hingga beberapa hakim agung yang turut menyuarakan pentingnya gerakan ini.
Tak hanya dari kalangan hakim, solidaritas ini juga mendapatkan dukungan dari civil society, kelompok akademisi, dan lembaga-lembaga yang peduli terhadap independensi peradilan di Indonesia.
"Dukungan mereka menjadi bukti bahwa perjuangan ini adalah milik kita semua, milik bangsa Indonesia yang mendambakan peradilan yang adil dan berwibawa," ujar Fauzan.
Terpisah, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP, Trimedya Panjaitan, meminta ribuan hakim di pengadilan seluruh Indonesia membatalkan rencana mogok massal mereka.
"Kalau belum jadi ya seyogyanya dibatalkan," kata Trimedya kepada Tribunnews, Sabtu (28/9).
Trimedya mengatakan rencana mogok massal itu sangat memprihatinkan. Sebab, itu akan mengganggu masyarakat pencari keadilan.