Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beneficial owner CV Venus Inti Perkasa (VIP) Tamron alias Aon menyebut ada penurunan harga sewa smelter yang dibayarkan PT Timah Tbk kepada pihaknya terkait kerjasama pengelolaan dan pengolahan bijih timah.
Hal itu diungkapkan Tamron saat hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi tata niaga komoditas timah dengan terdakwa Harvey Moies Cs di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/9/2024).
Informasi itu bermula ketika Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto bertanya pada Tamron soal pertemuannya dengan eks Direktur Utama PT Timah Riza Pahlevi dan perwakilan smelter swasta termasuk dengan Harvey Moeis.
Khusus Harvey, Aon mengaku pertemuan pertamanya dengan suami artis Sandra Dewi itu terjadi di Bangka Belitung.
"Saudata kenal dengan Harvey Moeis?" tanya Hakim.
"Kenal yang mulia," kata Aon.
"Ketemunya dimana?" tanya Hakim.
"Dulu pernah ketemu di Bangka sekali, abis itu dari pertemuan di undang Pak Harvey," kata Aon.
Baca juga: Kejagung Sita Uang Tunai Rp450 Miliar Terkait Kasus Pencucian Uang Korporasi Perkebunan Kelapa Sawit
Setelah itu Aon menjelaskan bahwa pertemuan ia dan sejumlah perwakilan smelter swasta itu terjadi di restoran Sofia Gunawarman di Jakarta Selatan.
Adapun pertemuan itu merupakan inisiatif dari Harvey yang kala itu menelfonnya secara langsung untuk membicarakan masalah timah.
"Yang undang saudara Harvey Moies?" tanya Hakim.
"Ya, Yang Mulia," jawab Aon.
"Undanganya pakai surat atau pakai WA?" tanya Hakim.
"Lewat telpon aja," kata Aon.
"Jadi saudara di telepon untuk datang ke Sofia, untuk apa?" tanya Hakim
"Pemberitahuan ada pekerjaan itu...," ucap Aon.
"PT Timah?" tanya Hakim memastikan.
"Ya," ujarnya.
Baca juga: Eks Terpidana Korupsi Edhy Prabowo juga Dipanggil Prabowo ke Rumahnya, Ini Perjalanan Kasusnya
Aon menyebut, pertemuan itu turut dihadiri oleh sejumlah pihak yakni, Harvey Moies selaku perwakilan PT RBT, Riza Pahlevi selaku Dirut PT Timah, Suwito Gunawan selaku Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa dan Rosalina selaku General Manager PT Tin.
Terkait hal tersebut Aon mengaku pada Hakim hanya mengikuti pertemuan pertama yang dimana saat itu membicarakan soal kerjasama dengan PT Timah Tbk.
Kemudian pada pertemuan-pertemuan berikutnya Aon menyebut dirinya tak terlibat terkait pembahasan tersebut.
Hanya saja dalam pertemuan berikutnya, ia kembali hadir namun saat itu membicarakan soal penurunan harga sewa dari PT Timah.
"Belakangan ini saya datang gak pernah ikut apa-apa, saya cuma tau tentang penurunan harga diri PT Timah aja," ucap Tamron.
Mendengar hal itu Hakim Eko pun coba mendalami penurunan harga yang dimaksud Tamron.
Hakim kala itu mempertanyakan berapa biaya sebenarnya yang disepakati antara CV VIP yang dimiliki Aon dengan PT Timah Tbk.
Sehingga Hakim pun mempertanyakan apakah sebelumnya telah ada surat perjanjian (SP) antara VIP dengan PT Timah terkait kerjasama tersebut.
"Penurunan? Emang sebelumnya berapa harganya?" tanya Hakim.
"3.700 (Per Metrik Ton) turun ke 3.300 turun ke 2.700," kata Tamron.
"Pertemuan-pertemuan tadi apakah sudah ditandatangani SP nya?" tanya Hakim.
"Pertemuan itu setelah ditandatangani setahu saya, karena penurunan harga saya datang," kata Tamron.
Hanya saja terkait SP tersebut Tamron mengaku tidak pernah membacanya lantaran hal itu diurus oleh Direktur Utama PT VIP Hassan Tjie.
"Kenapa tidak, kan harus dibaca juga?," tanya Hakim heran.
"Saya percaya sama Direktur yang mulia," ujar Tamron.
"Jadi, enggak tau isinya?," tanya Hakim.
"Enggak tau Yang Mulia," kata Tamron.
Baca juga: Sosok MJ, Paman Pembunuh Gadis Penjual Gorengan yang jadi Tersangka Baru, Ditahan atas Kasus Lain
Kemudian Hakim kembali menggali keterangan Tamron mengenai berapa nominal yang akhirnya diterima pihaknya dari PT Timah perihal kerjasama tersebut.
Tamron pun kembali mengulang jawabannya, bahwa terdapat penurunan harga yang diterima VIP dari PT Timah.
"Engga, pada akhirnya berapa, kok turun-turun gitu, pada akhirnya yang dibayar yang mana angkanya?," tanya Hakim.
"Harga 3.700 berjalan beberapa bulan, abis itu turun (lagi) setelah berjalan beberapa bulan," jawab Tamron.
"Oh terus begitu ya, jadi beberapa bulan 3.700 terus turun,turun, turun?," tanya Hakim.
Iya," jawab Tamron.
"Kenapa kok turun-turun gitu?," tanya Hakim.
"Nah itu gak tau, PT Timah yang nurunin," kata Tamron.
Terkait hal ini Hakim pun dibuat heran dengan penurunan harga tersebut.
Hakim pun mempertanyakan kenapa CV VIP bersedia dengan adanya penurunan harga sewa tersebut.
"Kenapa CV VIP kok mau? Apakah timahnya gak bagus kadarnya?," tanya Hakim.
Disitu barulah Tamron menjelaskan bahwa penurunan harga yang dilakukan PT Timah lantaran perusahaan milik negara itu menyebut ada penurunan harga pada Timah dunia.
"Karena PT Timah melihat harga timah turun, dia turunin harga sewa," ucap Tamron.
"Yang turun mana? Harga Timah dunia?," tanya Hakim.
"Timah dunia," pungkasnya.
Baca juga: Alasan Kejagung Belum Periksa Mukti Juharsa di Kasus Korupsi Tata Niaga Timah
Sebagai informasi, Harvey Moeis dalam perkara ini secara garis besar didakwa atas perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.
Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terkait perkara ini, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.
Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah.
Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun. Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.