TRIBUNNEWS.COM - Kapolsek Mampang Kompol Edy Purwanto menyebut agenda forum diskusi yang digelar oleh Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, tidak berizin.
Namun, pakar hukum tata negara Refly Harun menilai acara diskusi yang dihadirinya itu tidak memerlukan izin.
Pasalnya, agenda yang diselenggarakan oleh FTA itu hanya sebuah kegiatan diskusi biasa sehingga berbeda dengan aksi unjuk rasa yang biasanya dilakukan di luar ruangan.
"Dalam konteks undang-undang dan konstitusi, ini (forum diskusi di Kemang) hal yang sangat legal dan tidak perlu pemberitahuan, karena dilakukan di ruang tertutup, bukan unjuk rasa di luar (ruangan) yang mengumpulkan massa," ungkap Refly dalam program Kompas Petang di Kompas TV, Minggu (29/9/2024).
Diskusi FTA itu, kata Refly, merupakan ajang silaturahmi para aktivis dan tokoh nasional.
Bahkan, acara tersebut hanya dihadiri sekitar 20 aktivis dan tokoh nasional, serta tidak ada narasumbernya.
"Jadi bersilaturahmi, semua orang bisa mengemukakan sesuatu. Seperti orang berkumpul saja untuk menggagas sesuatu, pikiran, berdiskusi, dan lain sebagainya," tutur Refly.
Selain Refly, tokoh lainnya yang hadir adalah mantan Sekretaris BUMN Said Didu dan mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Mayjen Soenarko.
Agenda diskusi tersebut membahas evaluasi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta harapan pemerintahan ke depan.
Belakangan, polisi telah menangkap lima orang yang terlibat pembubaran diskusi tersebut, yakni FEK, GW, JJ, LW, dan MDM.
Kompolnas Minta Polisi Usut Tuntas
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta polisi mengusut tuntas kasus pembubaran paksa diskusi di Kemang tersebut.
Baca juga: Kompolnas Heran, setelah 26 Tahun Reformasi Masih Ada Pembubaran Diskusi: Polisi Harus Usut Tuntas
Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, mengatakan aksi pembubaran itu merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berkumpul, berekspresi, dan mengemukakan pendapat.
“Sangat mengejutkan setelah 26 tahun Reformasi, ternyata masih dijumpai kelompok seperti ini di Indonesia."
"Aparat Kepolisian harus mengusut tuntas kasus ini,” kata Poengky saat dikonfirmasi, Senin (30/9/2024).