TRIBUNNEWS.COM - Presiden RI Terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto, menyambut baik langkah Kebangsaan MPR RI. Di mana, pimpinan MPR memberikan kepastian hukum terhadap beberapa TAP MPR yang berhubungan dengan Presiden Soekarno, Presiden Soeharto dan Presiden Abdurrahman Wahid. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam kesempatannya usai bertemu dengan Presiden RI Terpilih, Prabowo.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan keputusan Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan MPR periode 2019-2024, kedudukan hukum TAP MPR Nomor XXXIII/MPRS/1967, pasal 4 TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 dan TAP MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden RI K.H. Abdurrahman Wahid, dinyatakan sudah selesai dilaksanakan, dan segala implikasi hukum yang menyertai sudah tidak berlaku lagi.
"Pada pertemuan Silaturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR dengan Presiden RI Terpilih Prabowo Subianto, Pimpinan MPR menegaskan mengenai kedudukan hukum masing-masing TAP tersebut pada prinsipnya sudah selesai dilaksanakan. Sehingga, segala implikasi hukum yang menyertai sudah tidak berlaku lagi. Presiden Terpilih RI Prabowo menyatakan menyambut baik keputusan MPR tersebut. Disamping itu, Pimpinan MPR juga mendorong agar ketiga mantan Presiden RI Soekarno, Soeharto, dan Abdurrahman Wahid diberikan penghargaan yang layak atas jasa-jasanya, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, termasuk pemberian anugerah gelar Pahlawan Nasional," ujar Bamsoet usai melakukan Silaturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR RI dengan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Jakarta, Senin (30/9/24).
Hadir lengkap pimpinan MPR RI 2019-2024 antara lain Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah (PDIP), Ahmad Muzani (Gerindra), Lestari Moerdijat (Nasdem), Jazilul Fawaid (PKB), Sjarifuddin Hasan (Demokrat), Hidayat Nur Wahid (PKS), Yandri Susanto (PAN), Amir Uskara (PPP) dan Fadel Muhammad (DPD RI).
Baca juga: TAP MPR Nomor II/MPR/2001 Sudah Dicabut, Bamsoet Desak Segera Pulihkan Nama Baik Gus Dur
Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini memaparkan, MPR sebagai lembaga penjelmaan seluruh rakyat Indonesia dan Rumah Besar Kebangsaan, berkomitmen untuk terus melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan rekonsiliasi nasional dan kerukunan persaudaraan kebangsaan. Silaturahmi kebangsaan dengan Prabowo Subianto menjadi rangkaian terakhir yang dilakukan pimpinan MPR untuk menyampaikan berbagai masukan tentang perjalanan bangsa ke depan dari para tokoh hingga pimpinan partai politik yang ditemui lebih dahulu.
"Melalui Silaturahmi Kebangsaan, MPR senantiasa menyambut baik setiap pandangan dan pemikiran dari para tokoh bangsa yang akan menjadi masukan penting dalam menyikapi berbagai persoalan kebangsaan yang semakin kompleks dan dinamis," kata Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (UNPAD) ini menuturkan, pimpinan MPR telah melakukan kunjungan Silaturahmi Kebangsaan kepada sejumlah para tokoh bangsa. Antara lain, Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, Wapres RI ke-6 Try Sutrisno, Wapres RI ke-10 dan ke-12 Muhammad Jusuf Kalla, Wapres RI ke-11 Boediono, Ketua MPR Periode 1999-2004 Amien Rais, Ketua MPR Periode 2013-2014 Sidarto Danusubroto, Ketua MPR Periode 2014-2019/Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketum Partai NasDem Surya Paloh, Ketum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Presiden Partai Keadilan Sosial Ahmad Syaikhu, Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Wiranto, Keluarga Besar Presiden ke-1 Soekarno, Keluarga Besar Presiden ke-2 Soeharto dan Keluarga Besar Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid.
Melalui kunjungan Silaturahmi Kebangsaan tersebut, Pimpinan MPR telah menerima aspirasi dan masukan yang sangat beragam dari para tokoh bangsa. Pertama, untuk mewujudkan Indonesia Maju, dibutuhkan komitmen dan kontribusi kolektif dari segenap elemen bangsa, untuk bahu-membahu, bergotong royong, bersama-sama membangun bangsa. Kedua, pembangunan nasional membutuhkan peta jalan (road map) dan visi jangka panjang yang tidak dibatasi oleh periodisasi pemerintahan. Ketiga, setelah 26 tahun era Reformasi, perlu adanya evaluasi dan perbaikan dalam implementasi sistem demokrasi dan kehidupan ketatanegaraan.
"Kami telah mencatat dan menghimpun beberapa pokok pikiran yang disampaikan para tokoh bangsa tersebut dalam sebuah buku yang kami harapkan akan menjadi dokumen kearifan para tokoh bangsa. Dokumen kearifan tersebut telah diserahkan kepada Bapak Prabowo selaku Presiden RI Terpilih, sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan roda pemerintahan ke depan," urai Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menuturkan, pimpinan MPR juga menyampaikan kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto mengenai Rancangan Keputusan MPR RI Nomor 3/MPR/2024 Tentang Rekomendasi MPR RI Masa Jabatan 2024, yang telah disepakati pada Sidang Akhir Masa Jabatan MPR RI Tanggal 25 September 2025. Rekomendasi yang disampaikan MPR periode 2019-2024 kepada MPR periode 2024-2029 antara lain, menuntaskan pembahasan substansi dan bentuk hukum Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN); mengevaluasi keberadaan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, khususnya pasal 2 dan 4; serta mendorong pembudayaan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Baca juga: Bamsoet Tegaskan Pentingnya Penguatan Kelembagaan MPR kepada Anggota MPR Terpilih Periode 2024-2029
"Selain itu, MPR periode mendatang diminta untuk mengkaji secara mendalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil amandemen ke-4, serta pelaksanaannya secara komprehensif dengan melibatkan partisipasi masyarakat sebagai bahan rekomendasi perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; mengkaji penguatan kelembagaan MPR
melalui Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia; dan mengkaji pola hubungan antar lembaga negara dan etika kehidupan bernegara," pungkas Bamsoet. (*)