News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi di PT Timah

Sidang Harvey Moeis, 3 Eks Direksi Ungkap Alasan Biaya Smelter PT Timah Lebih Mahal Dibanding Swasta

Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dua eks petinggi PT Timah Tbk dan dua mantan Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung hadir sebagai saksi mahkota untuk terdakwa Harvey Moeis Cs di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/10/2024).

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terungkap biaya operasional PT Timah untuk ongkos produksi lebih tinggi ketimbang perusahaan smelter swasta.

Mantan Direktur Operasional PT Timah Tbk Alwin Albar menyebut besarnya biaya operasi satu di antaranya disebabkan biaya bahan baku peleburan.

Adapun hal itu dikatakan Alwin saat hadir sebagai saksi mahkota dalam sidang korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis Cs di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/10/2024).

Informasi itu diungkap Alwin saat ditanya tim penasihat hukum Harvey Moeis perihal perkiraan ongkos PT Timah dalam menghasilkan satu ton logam.

"Saya pernah cek di akhir tahun 2017 pak itu biaya bahan baku totalnya 6000-an US dolar per ton)," kata Alwin yang hadir secara daring.

Kemudian tim penasihat hukum Harvey Moeis mendalami pengetahuan Alwin soal perbandingan ongkos produksi PT Timah dengan biaya yang dikeluarkan untuk kerja sama dengan smelter swasta.

Baca juga: Agar Kasus Timah Tak Terulang, BPIP Bakal Serahkan Rekomendasi Pengelolaan SDA ke Prabowo

Alwin menjelaskan ongkos yang dikeluarkan pihaknya untuk produksi lebih besar ketimbang ongkos kerja sama dengan smelter swasta.

Menurut Alwin, selain harus mengeluarkan ongkos produksi, pihaknya juga harus mengeluarkan biaya-biaya lain seperti biaya program dan pengamanan. 

"Menurut saya mesti (lebih tinggi) dibandingkan dengan total cost pak," kata Alwin.

"Yang 6 ribu dollar per ton itu ya?" tanya Tim Penasihat Hukum.

Baca juga: Sidang Harvey Moeis, Eks Dirut PT Timah Cerita Soal Awak Kapal Disandera Penambang Liar di Babel

"Iya, karena kan kami menanggung semua biaya lain pak, jadi bukan hanya biaya di peleburan saja, belum termasuk biaya direksi, biaya P2P, biaya pengamanan dan lain-lain," jelas Alwin.

Senada dengan Alwin, eks Dirut PT Timah Mochtar Riza Pahlevi juga menyebut tingginya biaya operasional PT Timah dilatarbelakangi banyaknya karyawan yang harus dibayar.

Ia mencatat sejauh ini ada sekitar 4.000-an karyawan PT Timah yang bekerja di perusahaan pelat merah tersebut.

"Kalau kita lihat di operasi harga pokok produksinya lumayan tinggi. Gimana tidak tinggi, karyawan kami itu ada 4.200, belum outsourching dan itu sudah berlanjut dari zaman sebelumnya," ucap Riza.

Eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra mencatat biaya operasional PT Timah untuk menghasilkan logam timah ada pada kisaran 6.000 US dolar per ton.

Sedangkan untuk biaya sewa smelter PT Timah dengan smelter swasta berada di angka 4.000 per ton logam. 

"Jadi kalau mau analisa Apple to Apple komponennya harus sama. Kalau kita anggap angka biaya peleburan yang kita sewakan itu langsung mendapatkan logam, berarti ini beban pokok pendapatan untuk logam itu," kata Emil.

Sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. 

Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.

Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. 

Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun. Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.

Dalam perkara ini Harvey Moeis secara garis besar didakwa atas perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.

Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.

Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini