TRIBUNNEWS.COM, BANYUWANGI – Perundungan di dunia maya atau cyber bullying belakangan marak terjadi. Menurut Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Eko Pamuji cyber bullying merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain.
Baca juga: Siswa Berkebutuhan Khusus di SMPN 08 Depok Jadi Korban Perundungan, Ortu Korban Kecewa Sikap Kepsek
”Perundungan dunia maya (cyber bullying) yang tumbuh subur di dunia maya itu umumnya terjadi pada remaja. Bullying juga biasanya dilakukan secara terus menerus, tujuannya untuk menyakiti, menghina, atau melecehkan korban,” ujar Eko Pamuji dalam diskusi yang bertajuk ”Bijak Bersosmed Tanpa Cyber Bullying” di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin(7/10/2024).
Baca juga: Rayakan Hari Anak Nasional 2024, IDAI Singgung Soal Tren Cyber Bullying
Pemicu tindakan perundungan, sambung Eko ada beberapa hal. Diantaranya, pelaku pernah menjadi korban kekerasan, faktor keluarga (sering bertengkar), ada ’kompor’ penyulut, media massa, penampilan fisik, beda kelas sosial, tradisi senioritas, dan karakter buruk pelaku.
”Ciri-ciri anak terkena perundungan, sering tidur larut malam atau bahkan tidak tidur sama sekali, nilai mata pelajaran perlahan menurun, tidak minat makan, pendiam, dan mudah tersinggung, menarik diri dari pergaulan serta muncul ketakutan terhadap lawan jenis,” ujar Eko Pamuji.
Baca juga: Kementerian PPPA Kawal Kasus Dugaan Perundungan di SMA Elite Kawasan Simprug Jakarta Selatan
Sementara itu Cyber bullying, menurut Ketua Umum PB PMII Shofiyulloh Cokro merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi pemuda di media sosial. Dampak negatif
yang ditimbulkan diantaranya menurunnya rasa percaya diri, kesehatan mental, isolasi sosial, trauma hingga ingin bunuh diri.
”Ketergantungan terhadap media digital yang meningkat, berpotensi menurunkan tingkat kesehatan mental (mental Health). Data ChildFund tahun 2022 menunjukan hampir 60 persen anak dan remaja mengaku pernah menjadi korban cyber bullying. Sedangkan hampir 50 persen anak dan remaja mengaku pernah jadi pelaku cyber bullying,” kata Shofiyulloh Cokro.
Baca juga: Soal Perundungan di PPDS, Wamenkes: Kami Benahi Ekosistem Pendidikan di Semua Rumah Sakit
CEO PT Mahakarya Samudra Agung Muhajir Sulthonul Aziz menambahkan, banyaknya berita palsu yang berseliweran di media digital membuat masyarakat mudah terkena informasi hoaks. Hoaks merupakan informasi yang sesungguhnya tidak benar tetapi dibuat seolah-olah benar adanya.
”Tujuan dari berita bohong adalah membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Dalam kebingungan masyarakat, akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan dan bahkan salah,” jelas Muhajir Sulthon Aziz.
Diketahui acara diskusi tersebut merupakan bagian dari rangkaian Festival makin cakap digital 2024 di halaman MTs Al-Amiriyyah Pondok Pesantren Darussalam Blokagung, Karangmulyo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Diskusi dengan format talkshow dalam rangka festival makin cakap digital 2024 ini, juga menghadirkan tiga pembicara lain, yakni Ketua Program Studi Ekonomi Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah Tulungagung Mei Santi, dosen Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya Meithiana Indrasari, dan Ketua Program Studi S1 Kewirausahaan Uiversitas Maarif Hasyim Latif Sidoarjo (Umaha) M. Adhi Prasnowo.