News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Eks Jubir KPK hingga Mantan Kepala PPATK Buka Suara soal Wacana Penghapusan Pidana Korupsi di BUMN 

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Acos Abdul Qodir
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah saat menjadi pembicara dalam Exclusive Workshop 'Alasan Penghapus Pidana & Perlindungan Hukum Untuk Direksi/Komisaris BUMN Dalam Corporate Action, Bandung, Jawa Barat, Kamis–Jumat, 10–11 Oktober 2024. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sederet kasus korupsi ditangani lembaga penegak hukum yang berdimensi kerugian keuangan negara di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai cenderung sebagai risiko kerugian bisnis.
Sehingga muncul wacana penghapusan pidana korupsi bagi direksi/komisaris perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sejumlah otoritas terkait memberikan pandangannya perihal wacana tersebut dalam diskusi di Bandung pada 10‐11 Oktober 2024.

Mantan Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menyampaikan, perusahaan BUMN bisa terbebas dari pidana korupsi apabila sudah menerapkan Good Corporate Governance (GCG) dan Business Judgment Rules (BJR). GCG dan BJR dimaksud harus berjalan dengan baik.

“Seharusnya penerapan GCG ini tidak lagi hanya komitmen lisan atau di atas kertas, namun secara serius diterapkan. Dalam sejumlah perkara korupsi, perusahaan yang menerapkan GCG dan BJR dengan benar bisa dibebaskan di pengadilan," kata Yunus dalam siaran pers, Jumat (11/10/2024).

Sementara, mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah menyatakan, harus ada kepastian hukum dalam memilah mana perbuatan yang mutlak salah dengan yang abu-abu pada penanganan perkara terhadap sebuah keputusan bisnis. 

Baca juga: Korupsi Big Fish Dibongkar Kejagung di Pengujung Pemerintahan Jokowi, Kapuspenkum: Butuh Keberanian

Menurut dia, keliru jika ada yang berpikir kerugian bisnis dalam BUMN secara otomatis dianggap sebagai korupsi kerugian keuangan negara.

“Ini seperti memilah atah dan bareh," kata Febri.

“Seharusnya bisa dipilah, mana keputusan bisnis yang dilatar-belakangi dengan niat jahat, lahir dari persekongkolan, dan merugikan keuangan negara dengan keputusan bisnis yang telah didahului analisis yang cukup penerapan Business Judgment Rules," tambahnya.

Ketentuan tindak pidana korupsi merugikan keuangan negara sebagaimana dalam Pasal 2 dan 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) hanya diatur dalam hukum di Indonesia, sedangkan di negara lain tidak mengenai mengenai korupsi tersebut. 

Sebagai akibat dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 23/PUU-XIV/2016, konsep kerugian keuangan negara dalam UU Tipikor juga mengalami pergeseran dari yang sebelumnya kerugian negara dimaknai sebagai potensial loss menjadi actual loss.

Baca juga: Prabowo Minta Menteri Tak Cari Uang dari APBN, Golkar Wanti-wanti Kader Tak Korupsi

Pertanyaannya adalah bagaimana dengan apabila kerugian tersebut terjadi di BUMN? Apakah kerugian yang dideritanya tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi? Dan apakah Direksi selaku organ dalam BUMN dapat dimintai pertanggungjawaban pidana?

Apabila merujuk pada ketentuan Pasal 97 UU PT, direksi wajib bertanggungjawab atas pengurusan perseroan dan bertanggungjawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. 

“Kalau merujuk pada ketentuan Pasal 97 ayat (3) UU PT, pertanggungjawaban direksi tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban secara perdata, apabila persero mendapatkan kerugian akibat kelalaian kewajibannya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab,” paparnya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini