TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang perkara dugaan pemerasan atau pungutan liar (pungli) di lingkungan Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (14/10/2024).
Pada sidang hari ini, Jaksa KPK menghadirkan 12 orang saksi di persidangan diantaranya mantan anggota DPR Azis Syamsudin
Dalam kasus dugaan pungli di Rutan Cabang KPK, terdapat 15 terdakwa yang diduga melakukan pungli atau pemerasan kepada para tahanan senilai total Rp6,38 miliar pada rentang waktu tahun 2019–2023.
Aksi dugaan korupsi ini melibatkan Kepala Rutan KPK periode 2022–2024 Achmad Fauzi, Pelaksana Tugas Kepala Rutan KPK periode 2021 Ristanta, serta Kepala Keamanan dan Ketertiban KPK periode 2018–2022 Hengki.
Dalam dakwaannya, Jaksa dari KPK menyebut para terdakwa telah melakukan perbuatannya itu sekitar bulan Mei 2019 hingga Mei 2023.
Dalam konstruksi perkara yang disampaikan KPK Uang tersebut didapat dari para tahanan kasus korupsi dengan jumlah beragam antara Rp300 ribu hingga Rp20 juta.
Dalam persidangan siang ini, mantan anggota DPR Azis Syamsudin mengungkapkan selama 15 hari berada pada masa isolasi di rutan Rumah Tahanan (Rutan) KPK dirinya tak pernah diberikan kesempatan untuk Salat Jumat.
“Yang saya tanyakan selama saudara diisolasi apakah saudara diperbolehkan petugas melaksanakan Salat Jumat,” tanya jaksa di persidangan.
Menjawab hal itu Azis mengatakan dirinya pada saat masa isolasi tidak boleh salat Jumat, hanya salat Zuhur.
“Yang saya tanyakan salat jumat dibukakan oleh petugas tidak,” tanya jaksa kembali.
Azis menegaskan dirinya tidak bisa kemana-mana di ruang isolasi tidak bisa keluar, tidak bisa ketemu orang lain.
Mantan wakil ketua umum Partai Golkar itu memang pernah mendekam di Rutan KPK saat ditetapkan sebagai tersangka dan terdakwa suap pengurusan perkara di KPK.
Azis Syamsuddin sebelumnya divonis tiga tahun enam bulan bui dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan.
Pungli dilakukan para terdakwa di tiga Rutan Cabang KPK, yakni Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur, Rutan KPK di Gedung C1, dan Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4).
Dari setiap Rutan Cabang KPK, pungli yang dikumpulkan senilai Rp80 juta setiap bulannya.
Perbuatan korupsi dilakukan dengan tujuan memperkaya 15 orang terdakwa tersebut, yakni memperkaya Deden senilai Rp399,5 juta, Hengki Rp692,8 juta, Ristanta Rp137 juta, Eri Rp100,3 juta, Sopian Rp322 juta, Achmad Rp19 juta, Agung Rp91 juta, serta Ari Rp29 juta.
Selanjutnya, memperkaya Ridwan sebesar Rp160,5 juta, Mahdi Rp96,6 juta, Suharlan Rp103,7 juta, Ricky Rp116,95 juta, Wardoyo Rp72,6 juta, Abduh Rp94,5 juta, serta Ramadhan Rp135,5 juta.
Dalam persidangan sebelumnya terungkap, 15 eks petugas Rutan KPK menggunakan istilah khusus saat melakukan pungutan liar terhadap sejumlah narapidana lembaga antirasuah tersebut.
Jaksa KPK menyebut para terdakwa menggunakan istilah 'Lurah' untuk petugas yang berperan sebagai koordinator guna mengakomodir pengumpulan uang setiap bulan dari narapidana di Rutan Cabang KPK yang kemudian disebut sebagai 'korting'.
Adapuun Muhammad Ridwan yang menjadi 'Lurah' di Rutan KPK Cabang Pomdam Guntur.
Sedangkan Mahdi Aris ditunjuk sebagai 'Lurah' di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih sementara Suharlan dan Ramadhan Ubaidilah di Rutan KPK Cabang Gedung CI.
Terdakwa Deden Rochendi dan Hengki meminta terdakwa lainnya yang merupakan petugas rutan yakni M Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan dan Ubaidilah mengumpulkan uang bulanan dari 'Korting'.
Kemudian terungkap juga di persidangan sebelumnya para terdakwa meminta biaya pindah sel kepada para tahanan KPK mencapai Rp 25 juta, untuk dipindah dari ruangan isolasi ke sel biasa.(*)