Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kakak hingga adik mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo mengajukan gugatan terkait perampasan aset oleh Komisi Pemberantasan (KPK) dalam penanganan perkara penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sidang perdana permohonan gugatan itu dilangsungkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (17/10/2024).
"Bahwa pada hari ini, Kamis, 17 Oktober 2024, sekitar pukul 12.00 WIB bertempat di ruang sidang Kusumahatmaja Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sejumlah Jaksa Penuntut Umum KPK hadir di persidangan sebagai pihak termohon," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya.
"Atas permohonan keberatan terhadap perampasan aset aset milik terpidana korupsi gratifikasi dan TPPU atas nama Rafael Alun Trisambodo yang telah berkekuatan hukum tetap (Vide Putusan Mahkamah Agung RI No:4101 K/ Pid.Sus/2024 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No: 8/Pid.Sus-TPK/2023/PT. DKI Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat N0:75/Pid.Sus-PK/2023/PN.Jkt.Pst)," imbuhnya.
Permohonan keberatan tersebut diajukan oleh tiga pemohon, yakni Petrus Giri Hesniawan (Pemohon I, kakak Rafael), Markus Seloadji (Pemohon II, kakak Rafael), dan Martinus Gangsar (Pemohon III, adik Rafael).
Ada korporasi juga yang menjadi pemohon yaitu CV Sonokoling Cita Rasa.
Pengajuan keberatan tersebut didasari atas penyitaan dan perampasan sejumlah aset dalam kasus Rafael.
Dari CV Sonokoling Cita Rasa, disita dan dirampas satu unit mobil Innova dengan Nopol: AB 1016 IL dan satu unit mobil Grand Max Nopol: AB 8661 PH.
Sedangkan dari Pemohon I-III disita dan dirampas uang di Safe Deposit Box (SDB) Rafael sebesar 9.800 euro; 2.098.365 dolar Singapura; 937.900 dolar Amerika Serikat (AS).
Kemudian perhiasan di SDB Rafael berupa 6 buah cincin, 2 kalung beserta liontin, 5 pasang anting, dan 1 buah liontin.
Selanjutnya rumah di Jalan Wijaya Kebayoran; rumah Srengseng dan Ruko di Meruya; dua unit kios di Kalibata City, Tower Ebony, Lantai GF Blok E Nomor BM 08 dan Nomor BM 09; dan satu unit mobil VW Caravelle Nopol AB 1253 AQ.
Majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara terdiri dari ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatrika dengan anggota Toni Irfan dan Alfis Setyawan. Panitera Pengganti Khairuddin.
"Adapun acara persidangan permohonan hari ini adalah pembacaan permohonan oleh para pemohon, dan setelah permohonan dibacakan maka sidang ditunda dan akan dibuka kembali pada hari Kamis tanggal 31 Oktober 2024 dengan acara tanggapan termohon," kata Tessa.
Ditemui usai sidang, Jaksa KPK Rio Frandy menilai permohonan tersebut secara formil dan materiel sudah seharusnya ditolak.
"Karena jika para pihak memang beriktikad baik, seharusnya permohonan diajukan sejak setelah putusan tingkat pertama dibacakan, bukan diajukan saat ini setelah aset-aset tersebut dieksekusi," kata jaksa di PN Jakarta Pusat.
"Bahkan, berdasarkan putusan pengadilan, aset-aset yang dimohonkan keberatan tersebut nyata-nyata terbukti sebagai hasil TPPU yang sudah seharusnya dirampas untuk negara," lanjutnya.
Kendati begitu, jaksa KPK secara lengkap akan menyampaikan kepada majelis hakim dalam agenda tanggapan atas permohonan pada persidangan selanjutnya.
Rafael Alun tetap divonis dengan pidana 14 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dia juga dihukum dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sejumlah Rp 10.079.095.519 subsider tiga tahun penjara.
Rafael Alun dinilai terbukti menerima gratifikasi dan melakukan TPPU sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c UU 25/2003 tentang TPPU juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam surat dakwaan jaksa KPK, Rafael disebut bersama-sama dengan istrinya Ernie Meike Torondek secara bertahap sejak tanggal 15 Mei 2002 sampai dengan bulan Maret 2013 telah menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya sejumlah Rp 16,6 miliar.
Penerimaan gratifikasi tersebut melalui PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo.
Hal tersebut berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas Rafael.
Selain gratifikasi, Rafael bersama-sama Ernie juga didakwa melakukan TPPU dalam periode 2003–2010 sebesar Rp 5,1 miliar dan penerimaan lain sejumlah Rp 31,7 miliar.
Berikutnya, periode 2011–2023 sebesar Rp 11,5 miliar dan penerimaan lain berupa 2.098.365 dolar Singapura dan 937.900 dolar AS serta sejumlah Rp 14,5 miliar.
Rafael Alun menempatkan harta kekayaan yang patut diduga merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyedia jasa keuangan.
Ia juga membeli sejumlah aset berupa tanah dan bangunan, kendaraan roda dua dan empat, hingga perhiasan.