Laporan Wartawan Tribunnews, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemandirian ekonomi merupakan salah satu tujuan fundamental yang harus dicapai oleh pemerintah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan rakyatnya. Namun, hingga saat ini, tantangan yang dihadapi masih besar, terutama dalam hal pengentasan kemiskinan dan memastikan keadilan dalam distribusi sumber daya.
"Kemajuan yang dicapai oleh pemerintah bagus, tapi dari data kemiskinan masih perlu dibenahi," ujar Rektor Universitas Muhammadiyah Kupang, Zainur Wula, saat menjadi pembicara dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) bertajuk Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara : Kedaulatan Ekonomi yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Muhammadiyah Kupang, Nusa Tenggara Timur, Jumat(18/10/2024).
Ia menyoroti fakta bahwa meski Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, kondisi kemiskinan justru semakin meningkat.
Baca juga: Dukungan Infrastruktur yang Baik Berperan Wujudkan Ketahanan dan Kemandirian Pangan
Salah satu solusi yang ia tawarkan adalah program transmigrasi yang lebih terstruktur, dengan dukungan dari pemerintah dalam hal penyediaan lahan dan infrastruktur.
“Orang mau transmigrasi asal dijamin oleh pemerintah lahannya, juga prasarananya,” tegasnya.
Zainur juga menekankan pentingnya efisiensi dalam penggunaan anggaran, seperti memotong dana bansos yang besar dan mengalihkannya untuk program-program yang lebih berkelanjutan, seperti mendukung sektor pertanian.
Dalam konteks kemandirian pangan, Zainur mengusulkan intensifikasi dan ekstensifikasi di sektor pertanian agar hasil produksi dapat meningkat dan menjadi unggulan.
Di sisi lain, Manajer Litbang Kompas Totok Suryaningtyas, mengungkapkan survei publik menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang menganggap kinerja pemerintah sudah baik.
Namun, ia mengingatkan bahwa hasil yang terlihat masih bersifat normatif dan belum mencerminkan kondisi nyata di lapangan.
Ia menjelaskan kemandirian ekonomi tidak hanya melibatkan kemandirian pangan, tetapi juga energi dan teknologi. Sayangnya, Indonesia belum sepenuhnya mandiri dalam ketiga aspek tersebut.
Totok memberikan contoh bahwa meskipun Indonesia adalah produsen LNG terbesar di dunia, pengolahan LPG masih harus dilakukan di negara lain. Selain itu, sektor batu bara yang seharusnya menjadi andalan justru terkena dampak geopolitik global, menyebabkan harga yang fluktuatif.
Baca juga: Bicara Kemandirian Pangan, Megawati: Tanah Subur Jangan Dikonversi Jadi Gedung
Totok juga menyatakan keprihatinannya terhadap ketergantungan pada bantuan sosial. Menurutnya, program karitatif yang dijalankan pemerintah, meskipun berhasil menjadi bantalan sosial, tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah.
“Mampukah pemerintahan yang akan datang meneruskan program bantalan sosial ini, termasuk juga jaminan kesehatan?”
Sementara itu, Guru Besar Teknologi Industri Pertanian Universitas Gadjah Mada Mochammad Maksum mengaitkan masalah kemandirian ekonomi dengan aspek spiritual dan moralitas.