TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude dalam sidang doktoral terbuka yang digelar oleh Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) di Balai Sidang Kampus UI, Depok, Jawa Barat.
Pengumuman kelulusan ini disampaikan oleh Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG), Athor Subroto.
Baca juga: Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Raih Gelar Doktor Kedua di UI, Pertama di Unhan
Adapun predikat cumlaude yang diraih Hasto lantaran dirinya meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,93.
"Maka berdasarkan semua itu, tim penguji memutuskan untuk mengangkat Saudara Hasto Kristiyanto dalam doktor Program Studi Kajian Stratejik dan Global dengan yudisium cumlaude, IPK 3,93," katanya dikutip dari YouTube Universitas Indonesia.
Lalu, dalam sambutannya, Guru Besar Fakultas Hukum UI sekaligus promotor, Satya Arinanto, berharap setelah dinyatakan lulus, karier politik Hasto semakin meroket.
Selain itu, Satya juga mengucapkan selamat kepada PDIP karena telah memiliki kader dengan gelar doktor yang disandang oleh Hasto.
"Yang diharapkan bisa menjadi SDM yang unggul di masa-masa yang akan datang," tuturnya.
Penyalahgunaan Kekuasaan terhadap Partai saat Pilpres 2024
Sebelum dinyatakan lulus sebagai doktor, Hasto terlebih dahulu memaparkan hasil penelitian disertasinya di depan para penguji.
Dalam salah satu pemaparannya, dia menyebut adanya abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan terhadap partai saat Pilpres 2024 digelar.
Hasto juga mengungkapkan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan pemerintah memiliki karakter authoritarian populism atau otoriter populis.
Baca juga: Hasto Sidang Doktor, Sebut Jokowi Lakukan Abuse of Power terhadap Partai saat Pilpres 2024
"Guncangan terhadap kelembagaan partai terjadi pada Pilpres 2024 berupa abuse of power dan power behavior dengan karakternya authoritarian populism," jelasnya.
Dia mengatakan hal ini bisa terjadi karena adanya ambisi untuk terus berkuasa.
Lantas, Hasto mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi 'pemeran utama' dalam penyalahgunaan kekuasaan yang dimilikinya.
Padahal, kata Hasto, Jokowi seharusnya menjadi kompas moral selaku pemimpin Indonesia.