TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan masih mengumpulkan bukti terkait laporan demurrage dan dugaan penggelembungan harga impor beras Rp294,5 miliar.
“Saat ini, kami terus melakukan pengumpulan bukti serta pendalaman terhadap informasi yang relevan," ujar Jubir KPK Tessa Mahardhika, Senin,(21/10/2024).
Tessa menekankan, pengusutan laporan tersebut harus sesuai dengan hukum yang berlaku.
"Pengusutan kasus dugaan korupsi terkait impor beras masih dalam proses dan sedang berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku," ungkap Tessa.
Tessa pun secara tegas mengatakan KPK berkomitmen menangani setiap perkara yang masuk dan dilakukan secara profesional.
"KPK berkomitmen menangani setiap perkara secara profesional dan menjunjung tinggi prinsip keadilan," pungkasnya.
Terpisah, Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie menilai KPK perlu menindaklanjuti laporan tersebut.
"Siapapun dia kalau sudah ada 2 alat bukti maka yang terlibat korupsi bisa dipidana,” tegas Jerry.
Menurut Jerry, dengan gerak cepat KPK akan membuat perubahan tata kelola dan manajerial di Badan Pangan Nasional (Bapanas).
“Harus ada perubahan tata kelola dan manajerial yang baik dan yang duduk harus orang-orang capable,” beber Jerry.
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat atau SDR menagih KPK terkait pengusutan laporan tersebut.
“Studi Demokrasi Rakyat (SDR) menagih janji KPK untuk mentersangkakan kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dalam dugaan korupsi demurrage atau denda impor beras,” kata Direktur Eksekutif Studi Demorkasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto.
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7/2024) atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.
Dugaan kerugian demurrage senilai Rp 294,5 miliar muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda peti kemas di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.
Penjelasan Bulog
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sudah pernah menjelaskan terkait demurrage dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR, pada Kamis, 20 Juni 2024.
Dalam kondisi tertentu, demurrage atau keterlambatan bongkar muat adalah hal yang tidak bisa dihindarkan sebagai bagian dari resiko penanganan komoditas impor. Jadi misalnya dijadwalkan 5 hari, menjadi 7 hari. Mungkin karena hujan, arus pelabuhan penuh, buruhnya tidak ada karena hari libur dan sebagainya.
"Dalam mitigasi risiko importasi, Demurrage itu biaya yang sudah harus diperhitungkan dalam kegiatan ekspor impor. Adanya biaya demurrage menjadi bagian konsekuensi logis dari kegiatan ekspor impor. Kami selalu berusaha meminimumkan biaya demurrage dan itu sepenuhnya menjadi bagian dari biaya yang masuk dalam perhitungan pembiayaan perusahaan pengimpor atau pengekspor,” ucap Bayu Krisnamurthi.
Saat ini, Bulog masih memperhitungkan total biaya demurrage yang harus dibayarkan, termasuk dengan melakukan negosiasi ke pihak Pelindo, pertanggungan pihak asuransi serta pihak jalur pengiriman.
Baca juga: Eks Penyidik Minta KPK Tetapkan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Demurrage Beras Impor
Menurut Bayu, perkiraan demurrage yang akan dibayarkan dibandingkan dengan nilai produk yang diimpor tidak lebih dari 3 persen.
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul KPK Siapkan Bukti Baru Dugaan Skandal Demurrage Impor Beras yang Rugikan Negara Rp 294,5 Miliar