TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto menambah 14 kementerian baru menjadi 48 kementerian.
Dari sebelumnya 34 kementerian di era Presiden Jokowi.
Kemarin, Senin (21/10/2024), 48 menteri anggota Kabinet Merah Putih telah dilantik oleh Presiden Prabowo.
Namun demikian kebingungan muncul di kalangan para menteri.
Terutama para menteri yang kementeriannya baru dibentuk.
Masalahnya mereka belum tahu akan berkantor dimana.
Beberapa kementerian baru Prabowo merupakan pecahan kementerian di Kabinet Indonesia Maju II Jokowi.
Salah satu menteri yang belum tahu dimana kantornya adalah Menteri Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Ketua Umum Partai Demokrat itu menyebut kantor untuk kementeriannya sedang dicarikan.
"Nah, itu (kantor) juga belum kita ketahui secara pasti karena ini pos baru. Tidak hanya kemenko ini, tapi ada kemenko lainnya, karena benar-benar baru. Kami baru mendapatkan informasi lagi dicari yang pas kira-kira di mana," kata AHY di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/10/2024).
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan juga belum bisa memastikan di mana letak kantornya.
"Belum tahu (letak kantor). Ya, nanti siapa mau kasih, lah," kata Zulkifli Hasan dikutip Tribunnews.
Selain itu, terdapat kementerian baru yang disebut akan berkantor di gedung kementerian yang sudah ada.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Kemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyebut pihaknya akan menumpang di gedung bekas kantor Kementerian Hukum dan HAM era Jokowi di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
"Iya, nanti berkantor di Rasuna Said di Kemenkumham," kata Yusril.
Sedangkan Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar mengaku pihaknya akan menumpang berkantor di gedung Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) yang dipimpin Pratikno.
"Jadi satu ini (kantornya). Ya, pemilihan dan penugasan terutama saya spesifik bidang pemberdayaan institusi maupun individu," kata Cak Imin.
Konsekuensi Kabinet Gemuk
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyarankan agar Presiden Terpilih RI 2024-2029 Prabowo Subianto membentuk kantor khusus untuk mengawasi koordinasi para menteri.
Kantor khusus yang disarankan Shinta ini memiliki tugas bertanggung jawab langsung kepada Prabowo, jadi semacam president delivery unit.
Kantor ini nantinya akan mengawasi interkonektivitas, harmonisasi, koordinasi, dan simplifikasi birokrasi di kabinet ini.
"Dengan demikian, kabinet beliau yang besar bisa bekerja dengan baik dan tetap sejalan dengan agenda reformasi ekonomi nasional, yakni penciptaan iklim usaha/investasi yang predictable, transparan/trustworthy, efisien, dan berdaya saing internasional," kata Shinta kepada Tribunnews.com, Jumat (18/10/2024).
Shinta menyarankan ini karena ia khawatir kabinet gemuk ini berpotensi memicu terjadinya birokrasi yang tidak efisien.
Birokrasi yang tidak efisien dapat berujung pada menurunnya daya saing dan iklim investasi di Indonesia.
Shinta menyebut keberadaan banyak kementerian dan pejabat tinggi sering mengarah pada birokrasi yang berat dan rentan terhadap korupsi serta penyalahgunaan kekuasaan.
"Pembenahan atau reformasi birokrasi sangat perlu dilakukan agar birokrasi bagi pelaku usaha/investor menjadi lebih predictable, transparan, simple, dan efisien dari sisi burden dan cost of compliance-nya," ucap Shinta.
Terpisah, Center of Economic and Law Studies (Celios) memprediksi akan ada potensi pembengkakan anggaran hingga Rp 1,95 triliun pada era pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto.
Peneliti Celios Ahmad Hanif Imaduddin mengatakan, hal itu disebabkan kabinet di pemerintahan Prabowo yang makin gemuk dibandingkan era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Analisa Celios menunjukkan adanya potensi pembengkakan anggaran hingga Rp1,95 triliun selama 5 tahun ke depan akibat koalisi gemuk. Angka ini belum termasuk beban belanja barang yang timbul akibat pembangunan fasilitas kantor/gedung lembaga baru," kata Hanif dalam keterangannya, dikutip Jumat (18/10/2024).
Hanif juga menyampaikan, kerugian yang dihadapi negara akibat fenomena ini tidak hanya sebatas pada pemborosan fiskal. Tetapi, juga memperlebar angka ketimpangan.
Dia menilai, fenomena ini dapat menciptakan ketimpangan baru di masyarakat karena pejabat-pejabat tersebut mendapatkan keuntungan ganda dari posisi kekuasaannya
Penulis: Nitis Hawaroh/Endrapta Pramudhiaz/Taufik/Has
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).