News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah di Rorotan Cilincing Jakarta Utara, KPK Dalami Peran 3 Saksi

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu didampingi juru bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengumumkan penetapan lima tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Rorotan, Jakarta Utara dengan kerugian negara Rp223 miliar, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/9/2024).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tiga saksi untuk mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Kota Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta.

Tiga saksi tersebut yakni Mohammad Hanief Arie Setianto, Karyawan Swasta; Yurisca Lady Enggrani, Notaris; dan Bima Priya Santosa, Karyawan Swasta.

Baca juga: KPK Usut Kasus Korupsi Lahan di Rorotan, 10 Orang Dicegah Bepergian ke Luar Negeri

Ketiga saksi itu dikonfirmasi penyidik terkait peran mereka dalam pembelian tanah di Rorotan.

"Saksi-saksi didalami terkait dengan kronologis dan peran mereka dalam pembelian tanah Rorotan," kata Tessa dalam keterangannya, Rabu (23/10/2024).

Dalam kasus korupsi tanah di Rorotan, KPK telah menetapkan lima tersangka, yakni:

  1. Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada, Donald Sihombing; 
  2. eks Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan; 
  3. Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra S. Arharrys; 
  4. Komisaris PT Totalindo Eka Persada, Saut Irianto Rajagukguk;
  5. Direktur Keuangan PT Totalindo Eka Persada, Eko Wardoyo.

Baca juga: Polisi Pastikan Kerangka Manusia yang Ditemukan di Rorotan Jakarta Utara Berjenis Kelamin Perempuan

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu memaparkan, PT Totalindo Eka Persada merupakan salah satu perusahaan yang menawarkan tanah kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang salah satu usahanya membeli tanah di Jakarta untuk dijadikan sebagai bank tanah atau land bank. 

Lahan seluas total 12,3 hektare di Rorotan dibeli Perumda Pembangunan Sarana Jaya dari PT Totalindo Eka Persada senilai Rp 371,5 miliar pada 2019 lalu. 

Padahal, tanah itu sebelumnya dibeli PT Totalindo dari PT Nusa Kirana Real Estate atau PT NKRE dengan nilai yang jauh lebih murah. 

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu didampingi juru bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengumumkan penetapan lima tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Rorotan, Jakarta Utara dengan kerugian negara Rp223 miliar, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/9/2024). (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

Lahan seluas sekitar 11,7 hektare dibeli PT Totalindo Eka Persada dari PT NKRE seharga Rp 950.000 per meter persegi yang diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE kepada PT Totalindo Eka Persada dengan nilai transksi total Rp 117 miliar. 

Akibatnya, negara dirugikan sekira Rp 223,8 miliar akibat penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 2019–2021.

"Nilai kerugian negara atau daerah tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp 371,5 miliar dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal, PT Nusa Kirana Real Estate setelah memperhitungkan biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris sebesar total Rp 147,7 miliar," kata Asep dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024).

Tak hanya mark up harga, Asep menyatakan, pengadaan tanah di Rorotan itu dilakukan dengan berbagai penyimpangan. 

Beberapa di antaranya, Yoory mengarahkan untuk tidak perlu menunjuk kantor jasa penilai publik (KJPP) independen untuk menilai harga tanah. 

Selain itu, PPSJ juga belum melakukan kajian internal terkait penawaran KSO dari PT Totalindo Eka Persada. 

Tak hanya itu, pihak Totalindo Eka Persada juga mengetahui enam SHGB tanah Rorotan masih atas nama PT NKRE dan belum ada peralihan hak kepemilikan atas tanah dari PT NKRE ke PT Totalindo.

Berbagai penyimpangan dalam proses pengadaan lahan di Rorotan itu diduga lantaran Yoory menerima fasilitas dari PT Totalindo Eka Persada. 

Yoory diduga menerima valas dalam dolar Singapura senilai Rp 3 miliar dari PT Totalindo Eka Persada. 

Selain itu, Yoory diduga mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam penjualan aset milik pribadi yang segera dibeli oleh pegawai PT Totalindo Eka Persada.

"Pembelian aset Saudara YCP berupa satu rumah dan satu unit apartemen oleh pegawai PT TEP tersebut atas instruksi Saudara EKW dan sumber dananya berasal dari kas perusahaan dalam bentuk pinjaman lunak kepada pegawai yang membeli aset tersebut," sebut Asep.

Atas dugaan tindak pidana tersebut, Yoory, Donald Sihombing, dan tiga tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini