Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang kasus dugaan korupsi sektor timah masih bergulir. Dalam sidang yang digelar Senin lalu, artis Sandra Dewi kembali dihadirkan untuk memberikan kesaksian berkenaan dengan aliran dana dari salah satu terdakwa, Harvey Moeis yang tak lain adalah suami Sandra Dewi.
Sandra memberikan penjelasan mengenai aliran dana sebesar Rp3,15 miliar.
Baca juga: Harvey Moeis Akui Setoran Dana CSR Korupsi Timah Ide Dirinya, Berawal Dari Pesan Eks Kapolda Babel
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mulanya menanyakan apakah Sandra pernah menerima transfer uang sebesar Rp 3,15 miliar dari Harvey Moeis.
Uang yang dimaksud ditranfer dari rekening PT Quantum Skyline Exchange (QSE), tempat penukaran uang milik Helena Lim, pada 2019. Helena sendiri juga merupakan salah satu terdakwa dalam perkara dugaan korupsi timah tersebut.
Menjawab pertanyaan itu, Sandra membenarkan perihal transfer dana tersebut. Namun ia menjelaskan bahwa uang tersebut terkait dengan urusan rumah, yang merupakan hasil transfer dari suaminya.
"Itu untuk urusan rumah, pernah," jawab Sandra singkat, dikutip Kamis (24/10/2024).
Saat ditanya lebih lanjut, Sandra mengakui bahwa suaminya yang melakukan transfer tersebut.
Dana yang ditransfer tersebut digunakan untuk melunasi cicilan rumah yang uang mukanya sudah dibayarkan oleh Sandra Dewi.
"Suami saya mencicil, sebagian dari rumah karena saya yang membayar uang muka. Kemudian sisanya suami saya yang mencicil dan Rp 3,15 miliar itu adalah pelunasan sebagian. Pelunasan terakhir," sambung dia.
Baca juga: Kasus Korupsi Timah Pengaruhi Ekonomi Bangka Belitung hingga Berimbas pada Ribuan Pekerja Industri
Sandra secara pribadi tidak punya utang dan hububungan bisnis apapun dengan perusahaan penukaran uang PT QSE atau Helena Lim sebagai pemiliknya.
Keterlibatan PT QSE hanya sebagai fasilitator penukaran uang yang dilakukan Harvey Moeis sebelum ditransfer ke Sandra Dewi, istrinya.
Di tengah cecaran JPU terhadap Sandra Dewi, Hakim persidangan sempat menyela dengan menyebutkan bahwa pertanyaan pihak JPU tersebut sudah dijawab dalam persidangan sebelumnya.
"Itu sudah disampaikan di sidang sebelumnya," kata Hakim.
Baik Sandra maupun JPU lalu mendekat ke arah Hakim untuk mencocokkan bukti transfer yang dimiliki JPU dan menjadi polemik persidangan tersebut. Adapun bukti transfer yang digelar JPU di hadapan Hakim menunjukkan telah terjadi transfer dana pada tanggal 21 Juni 2018, dengan total tiga transaksi yang mencakup Rp 1,05 miliar, Rp 1 miliar, dan Rp 100 juta.
"Nominalnya sama seperti yang disebutkan tadi?" tanya hakim
"Sama, iya betul," jawab Sandra.
JPU juga sempat menyinggung tentang transfer lain yang dilakukan Sandra Dewi ke pihak lain. Pihak lain yang dimaksud adalah Anggraeni.
Sandra mengakui bahwa memang benar ia pernah mentransfer dana sebesar Rp 10 miliar kepada Anggraeni, Komisaris PT Refined Bangka Tin (RBT) sekaligus istri Suparta, Direktur Utama PT RBT.
PT RBT merupakan perusahaan yang diwakili oleh suami Sandra, Harvey Moeis dalam perkara dugaan korupsi sektor timah tersebut.
Namun, Sandra menekankan bahwa transfer Rp 10 miliar tersebut merupakan uang pinjaman pribadi dirinya kepada Anggraeni. Ia juga menekankan bahwa dana tersebut tidak berkaitan dengan dana pelunasan rumah sebesar Rp 3,15 miliar yang ditransfer Harvey Moeis.
Memperkuat argumen Sandra, dalam kesempatan tersebut, pihak kuasa hukum Sandra menambahkan bahwa utang Rp 10 miliar tersebut terjadi pada tahun 2019, sementara transfer sebesar Rp 3,15 miliar yang dibahas dalam persidangan kali ini terjadi pada tahun 2018.
"Utang (Rp 10 miliar ke Angraeni) itu 2019. (Sedangkan) uang itu (Rp 3,15 miliar), itu di tahun 2018," kata dia
Seperti diketahui, dalam perkara ini Sandra Dewi diduga turut menampung uang hasil tindak kejahatan yang dilakukan oleh suaminya.
Dalam sidang dakwaan Harvey Moeis yang lalu, perwakilan perusahaan smelter swasta PT Refined Bangka Tin (RBT) itu disebut-sebut menyamarkan hasil tindak pidana melalui rekening Sandra Dewi.
Fakta tersebut diungkap tim jaksa penuntut umum dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024).
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum mengungkapkan bahwa Harvey Moeis berperan mengkoordinir pengumpulan uang pengamanan dari para perusahan smelter swasta di Bangka Belitung.
Perusahaan smelter yang dimaksud ialah: CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Baca juga: Terungkap Sosok Negosiator Penetapan Harga Sewa Smelter antara PT Timah dengan Swasta, Siapa Dia?
"Terdawa Harvey Moeis dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin meminta kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada terdakwa Harvey Moeis sebesar USD 500 sampai dengan USD 750 per ton," ujar jaksa penuntut umum di persidangan.
Rupanya, mekanisme pengumpulan uang pengamanan itu dibungkus seolah-olah untuk kegiatan corporate social responsibility (CSR) melalui Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim.
Uang tersebut ditransfer oleh para perusahaan smelter ke rekening money changer tempat Helena Lim bekerja, PT Quantum Skyline Exchange.
"Mekanisme pengiriman uang seolah-olah Corporate Social Responsibility sebesar USD 500 sampai dengan USD 750 per ton dari masing-masing perusahaan smelter swasta dilakukan dengan cara transfer atau setor tunai ke PT Quantum Skyline Exchange," ujar jaksa.
Kemudian uang tersebut diubah bentuk menjadi mata uang asing, yakni Dolar Singapura (SGD) dan Dolar Amerika Serikat (USD).
Uang dalam bentuk valuta asing kemudian diserahkan Helena Lim kepada istri Dirut PT RBT yang bernama Anggreini di rumah Jalan Gunarwarman nomor 31-33 Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
"Selanjutnya Anggreini dan Triyanti Retno Widyastuti menginformasikan terdakwa HARVEY MOEIS bahwa uang tersebut sudah diterima, kemudian terdakwa HARVEY MOEIS mengambil uang tersebut," kata jaksa di dalam dakwaannya.
Selain mengubah bentuk uang pengamanan ke dalam valuta asing, Harvey juga disebut-sebut menyamarkannya dengan cara mentransfer dari rekening PT Quantum Skyline Exchange ke berbagai rekening.
Di antara rekening-rekening yang ditransfer, terdapat milik istrinya, yakni Sandra Dewi.
"Mentransfer uang tersebut dari rekening PT Quantum Skyline Exchange, Kristiyono, dan PT Refined Bangka Tin periode tahun 2018 sampai dengan tahun 2023 diantaranya ke rekening: Sandra Dewi selaku istri terdakwa HARVEY MOEIS pada Bank BCA nomor rekening 07040688883 atas nama Sandra Dewi sejumlah Rp3.150.000.000," kata jaksa penuntut umum.
Kemudian, uang juga ditransfer ke rekening asisten pribadi Sandra Dewi yang bernama Ratih Purnamasari senilai Rp 80 juta.
Menurut jaksa, uang yang ditransfer ke rekening asisten pribadi itu kemudian digunakan untuk kebutuhan pribadi Sandra Dewi.
"Ratih Purnamasari selaku asisten pribadi Sandra Dewipada Bank BCA nomor 7140071735 atas nama Ratih Purnamasari sejumlah Rp 80.000.000 untuk keperluan Sandra Dewi," ujar jaksa.
Selain itu, uang juga ditransfer ke rekening Harvey Moeis ke empat rekeningnya senilai Rp 2 miliar sampai Rp 32 miliar:
• Pada Bank BCA nomor rekening 00064066699 atas nama HARVEY MOEIS seluruhnya sebesar Rp6.711.215.000;
• Pada Bank BCA nomor rekening 0064099988 atas nama HARVEY MOEIS seluruhnya sebesar Rp2.746.646.999;
• Pada Bank BCA nomor rekening 05025109993 atas nama HARVEY MOEIS seluruhnya sebesar Rp32.117.657.062; dan
• Pada Bank BCA nomor rekening 06010160411 atas nama HARVEY MOEIS seluruhnya sebesar Rp5.563.625.000.
Berdasarkan dakwaan jaksa, uang yang masuk ke rekening Harvey Moeis ini dibuat seolah-olah terkait dengan kegiatan bisnisnya.
"Transaksi tersebut diberikan keterangan dalam slip setoran seolah-olah untuk pembayaran hutang, modal usaha dan operasional," katanya.
Atas perbuatannya ini, Harvey Moeis dijerat Pasal Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.