Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Rahayu Saraswati, menyayangkan soal pemecatan tidak hormat terhadap Ipda Rudy Soik.
"Saya sangat menyayangkan bahwa hal seperti ini harus diangkat sampai ke level DPR RI di pusat, komisi III ya," kata Saras saat hadir dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPR RI bersama Polda NTT di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/10/2024).
Menurut keponakan Presiden Prabowo Subianto itu, persoalan ini sangat mudah untuk diselesaikan tidak harus sampai ke DPR RI.
"Padahal, ini sesuatu hal yang kalau misalkan sudah betul-betul diungkap dan diselesaikan, ini tidak harus sampai ke sini," ungkapnya.
Sara sendiri menilai jika Rudy memiliki rekam jejak atau track record yang baik dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota Polri.
"Pelanggaran berat apa yang bersangkutan telah lakukan sehingga layak diberhentikan dengan tidak hormat?" katanya.
"Saya mengimbau seharusnya kepolisian, khususnya Tim Etik melakukan evaluasi pelanggaran seperti apa sehingga sampai pada pemberhentian," pungkas dia.
Baca juga: Zarof Ricar Simpan Uang Hampir Rp 1 T, tapi Harta Kekayaan yang Dilaporkan Hanya Rp 51 M
Untuk informasi, Ipda Rudy Soik dijatuhi sanksi pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota Polda NTT.
Sidang PTDH Rudy Soik digelar di ruangan Direktorat Tahti Lantai II Polda NTT dilaksanakan sidang Komisi Kode Etik Polri, Jumat (11/10/2024).
Kabar yang berkembang, Ipda Rudy Soik dipecat lantaran mengungkap perkara mafia bahan bakar minyak (BBM).
Ipda Rudy Soik dinilai melakukan pelanggaran kode etik prosedur penyelidikan.
Baca juga: Kaesang Pangarep Dengarkan Curhat dan Keluhan Warga Saat Safari ke Belitung
Ia diduga memasang garis polisi pada drum dan jerigen kosong di dua lokasi berbeda.
Ipda Rudy dinilai tidak profesional dalam melakukan penyelidikan BBM bersubsidi.
Ipda Rudi dan anggota tidak melibatkan unit terkait dan tidak memenuhi standar prosedur operasional.