TRIBUNNEWS.COM - Ipda Rudy Soik membeberkan rekam jejak kriminal mafia bahan bakar minyak (BBM) jenis solar di Nusa Tenggara Timur (NTT), Ahmad Ansar.
Mulanya Rudy menyebut Ahmad Ansar merupakan pemain lama dalam perkara penimbunan BBM di NTT.
Bahkan, katanya, Ahmad Ansar sudah berurusan dengan hukum buntut penimbunan BBM yang dilakukannya hingga dijebloskan ke penjara.
"Dia itu sudah sering bermasalah hukum di masalah niaga BBM. Pertama, dia pernah ditangkap oleh Polres Kupang Kota itu dia menampung minyak ilegal 6 ton dan membawa dia ke penjara," ujarnya dalam wawancara esklusif yang ditayangkan di YouTube Tribunnews seperti dikutip pada Selasa (29/10/2024).
Bahkan, Rudy menyebut Ahmad Ansar juga pernah ditangkap lagi selepas bebas oleh Sabhara Polda NTT dengan kasus yang sama.
Lalu, Rudy mengatakan anggota Sabhara Polda NTT itu ditangkap oleh anggota Propam Polda NTT, Aiptu Untung Patopelohi, karena Ahmad Ansar menyuap sebesar Rp30 juta.
Hanya saja, Rudy menyebut Ahmad Ansar justru dilepaskan meski terbukti melakukan suap kepada anggota Sabhara Polda NTT.
Baca juga: Ipda Rudy Soik Pasrah Apapun Hasil Putusan Sidang Banding Pemecatannya: Saya Ikhlas
Dia mengatakan memang ada hubungan personal antara Ahmad Ansar dan Aiptu Untung Patopelohi.
"Ahmad-nya enggak (ditangkap), Ahmadnya dilepas, anggotanya yang diproses. (Alasannya) tidak tahu."
"Makannya, saat fakta penyelidikan, kita tahu anggota Propam dengan Ahmad ini memang memiliki hubungan baik. Karena anggotanya diproses, Ahmad-nya ada pidana tetapi tidak diproses," katanya.
Rudy juga menyebut gurita bisnis haramnya sudah sampai ke perbatasan Timor Leste.
Hal itu, kata Rudy, lantaran Ahmad Ansar pernah diperiksa pada tahun 2023 terkait akses mendapatkan BBM dari Timor Leste.
Selanjutnya, Rudy juga mengungkapkan ada polisi lain yang menjadi "korban" Ahmad Ansar sehingga ditetapkan menjadi tersangka yaitu personel dari Dirkrimsus Polda NTT.
Namun, dia tidak menjelaskan detail tentang penyebab personel Dirkrimsus Polda NTT itu ditetapkan menjadi tersangka karena Ahmad Ansar.