TRIBUNNEWS.COM - Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memberikan pendapatnya tentang penetapan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
Bahlil mengungkapkan ia adalah junior Tom Lembong sebab keduanya sama-sama pernah menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Atas penetapan Tom Lembong sebagai tersangka, Bahlil mengaku prihatin.
Oleh karena itu, Bahlil akan mendoakan yang terbaik untuk Tom Lembong.
"Saya sebagai junior juga turut prihatin. Sebagai junior beliau karena kami sama-sama sebagai mantan Kepala BKPM."
"Jadi kami mendoakan yang terbaik," kata Bahlil dilansir Kompas.com, Kamis (31/10/2024).
Bahlil mengaku tak mengetahui pasti apa permasalahan yang menimpa seniornya itu.
Itu karena sebelumnya Bahlil tidak pernah mendapat tugas di Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Selanjutnya Bahlil memilih menyerahkan sepenuhnya kasus dugaan korupsi impor beras ini kepada aparat penegak hukum.
Saat ditanya kemungkinan adanya intervensi penguasa dalam kasus ini, Bahlil hanya menjawab bahwa masyarakat harus percaya pada aparatur negara.
"Saya melihatnya kita harus percaya pada aparatur negara. Lihat proses saja," imbuhnya.
Baca juga: Kejagung Belum Tahu Jumlah Pasti Kerugian Negara di Kasus Tom Lembong, Gandeng Ahli untuk Menghitung
Tom Lembong Sudah Diperiksa 3 Kali Sebelum Jadi Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula
Kejagung menyebut eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong sudah diperiksa sebelum menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015–2016.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengatakan pemeriksaan itu dilakukan sebanyak tiga kali.
"Terkait dengan pemeriksaan yang bersangkutan (Tom Lembong), sejak kurun waktu 2023 sudah tiga kali diperiksa sebagai saksi," katanya kepada wartawan, Rabu (30/10/2024).
Selain itu, Harli mengatakan penyidik juga melakukan penyelidikan dengan memeriksa sejumlah pihak lainnya termasuk pemeriksaan saksi ahli.
Selain itu, kata dia, penyidik juga mencari alat bukti yang mendukung keterlibatan para pelaku dalam kasus impor gula.
Setelah dirasa cukup, ia menyebut Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus kemudian kembali memanggil Tom Lembong untuk diperiksa dan dilakukan ekspose gelar perkara penetapan tersangka.
"Sekecil apapun bukti terkait ini terus dianalisis dan terus disandingkan dan diintegrasikan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa terhadap perkara ini sesungguhnya telah terdapat bukti permulaan yang cukup," tuturnya.
"Setelah lakukan pemeriksaan sebagai saksi, penyidik melakukan expose perkara kemudian menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," imbuhnya.
Baca juga: 2 Alasan Pakar Anggap Kejagung Keliru Tetapkan Tom Lembong Jadi Tersangka, Sebut Ada Kriminalisasi
Duduk Perkara Kasus
Tom Lembong ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi terkait kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015–2016.
"Setelah melakukan penyidikan dan menemukan bukti yang cukup, kami menetapkan TTL, Menteri Perdagangan periode 2015-2016 menjadi tersangka," ucap Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024).
Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan Indonesia dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016.
Dia juga pernah menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di periode pertama Presiden Joko Widodo.
Selain itu, Kejagung juga sudah menetapkan eks Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) inisial CS dalam perkara yang diduga merugikan negara sebesar Rp400 miliar.
Baca juga: Pakar Kaitkan Penetapan Tersangka Tom Lembong Buntut Sikap Kritis ke Pemerintahan Jokowi
"Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp 400 miliar," ucap Abdul Qohar dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam.
Dijelaskan Abdul Qohar, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton pada 2015.
Padahal, saat itu Indonesia sedang surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor.
"Akan tetapi di tahun yang sama, yaitu tahun 2015 tersebut, menteri perdagangan yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," kata Qohar.
Selain itu, Qohar menyatakan impor gula yang dilakukan PT AP tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.
Baca juga: Soal Kemungkinan Adanya Aliran Dana ke Tom Lembong di Kasus Impor Gula, Kejagung Masih Mendalaminya
Tak hanya itu, perusahaan yang dapat mengimpor gula seharusnya hanya BUMN.
Sementara itu, CS diduga mengizinkan delapan perusahaan swasta untuk mengimpor gula. PT PPI kemudian seolah membeli gula tersebut.
Padahal, delapan perusahaan itu telah menjual gula ke pasaran dengan harga Rp 16.000 per kilogram atau lebih mahal dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu Rp 13.000 per kilogram.
CS diduga menerima fee dari delapan perusahaan itu.
"Dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah diolah jadi gula kristal putih PT PPI dapat fee dari delapan perusahan yang impor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kilogram," ujar Qohar.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Abdi Ryanda Shakti)(Kompas.com/Adhyasta Dirgantara)