Abdul mengatakan, proses penyidikan kasus korupsi impor gula tersebut telah berjalan sejak Oktober 2023.
"Penyidikan dalam perkara ini sudah cukup lama, sejak Oktober 2023. Jadi kalau dihitung mungkin satu tahun,” ujar Abdul Qohar di Kantor Kejagung, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (29/10/2024) malam.
Abdul menekankan, Kejagung berkomitmen untuk tak tebang pilih dalam penanganan suatu kasus.
Ia mengatakan, dalam kasus ini penyidik juga telah memeriksa total 90 orang saksi sejak tahap penyelidikan hingga penyidikan.
"Bahwa penyidik bekerja berdasarkan alat bukti, itu yang digarisbawahi."
"Tidak terkecuali siapa pun pelakunya, ketika ditemukan bukti yang cukup, maka penyidik akan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” tuturnya.
Lebih lanjut, Abdul Qohar menjelaskan peran Tom Lembong dalam kasus tersebut.
Menurut Abdul, Tom menerbitkan izin Persetujuan Impor (PI) gula mentah sebanyak 105.000 ton.
Padahal, berdasarkan rapat koordinasi (rakor) antar-kementerian pada tanggal 12 Mei 2015, disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor gula.
"Akan tetapi, pada tahun 2015 Menteri Perdagangan tersangka TTL memberikan izin PI gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP)," kata Qohar dalam jumpa pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004 yang diperbolehkan impor GKP adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Akan tetapi, Qohar menyebut, Tom Lembong malah mengeluarkan izin PI kepada PT AP untuk mengimpor GKM.
Baca juga: Kejagung Dalami Aliran Dana ke Eks Mendag Tom Lembong di Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula
Penetapan izin impor itu tak lewat rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.
Kemudian, pada 28 Desember 2015, dilakukan rakor bidang perekonomian yang dihadiri oleh kementerian di bawah Kemenko Perekonomian.