Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menepis adanya nuansa politis karena tak kunjung memanggil dan menahan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor.
Diketahui sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa, 8 Oktober 2024, hingga kini KPK belum juga menahan pria yang kerap dipanggil Paman Birin itu.
Padahal, enam orang lainnya yang menjadi tersangka langsung ditahan setelah tertangkap tangan.
"Bahwa ada tudingan saudara SN (Sahbirin Noor) ini pilih kasih, tebang pilih, segala macam, tentunya KPK tidak berpolitik, terbukti bahwa yang bersangkutan sudah dilakukan pencegahan (ke luar negeri, red) juga sudah ditetapkan sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Kamis (31/10/2024).
KPK memastikan penyidikan perkara yang melibatkan Sahbirin Noor terus berjalan.
Terkait kapan jadwal pemanggilan dan penahanan terhadap Paman Birin, kata Tessa, penyidik lah yang berwenang sepenuhnya.
"Kapan yang bersangkutan akan dipanggil sebagai tersangka atau juga ada tindakan-tindakan lain, tentunya ini dikembalikan kepada penyidik yang memiliki kewenangan dalam mengatur rencana penyidikan itu sendiri," kata dia.
Tessa mengajak publik untuk bersama-sama mengawal kasus ini, agar tidak ada pihak-pihak yang ingin mengintervensi para saksi atau mengganggu proses penyidikan.
"Biarkan KPK melakukan proses penyidikan dengan terbuka, transparan dan profesional, sehingga, nanti akan terang apabila perkaranya ini sudah dilimpahkan ke pengadilan," ujar Tessa.
Diberitakan, Sahbirin Noor ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga terlibat dalam kasus penerimaan suap dan/atau gratifikasi.
Ketua DPD Golkar Kalimantan Selatan itu diduga terlibat dalam pengaturan proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang berasal dari Dana APBD Pemprov Kalimantan Selatan Tahun Anggaran 2024.
Total ada tujuh tersangka yang ditetapkan KPK terkait kasus ini, termasuk Sahbirin Noor, yakni:
1. Sahbirin Noor (Gubernur Kalimantan Selatan)
2. Ahmad Solhan (Kadis PUPR Prov. Kalimantan Selatan)
3. Yulianti Erlynah (Kabid Cipta Karya sekaligus PPK)
4. Ahmad (bendahara Rumah Tahfidz Darussalam, sekaligus pengepul uang/fee)
5. Agustya Febry Andrean (Plt. Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan)
6. Sugeng Wahyudi (swasta)
7. Andi Susanto (swasta)
Sahbirin Noor diduga menerima fee 5 persen terkait pengaturan proyek. Nilainya sementara mencapai Rp 1 miliar.
Rp 1 miliar itu berasal dari Sugeng Wahyudi bersama Andi Susanto terkait pekerjaan yang mereka peroleh, yaitu pembangunan Lapangan Sepakbola Kawasan Olahraga Terpadu, pembangunan Kolam Renang Kawasan Olahraga Terpadu, dan pembangunan Gedung Samsat.
Selain itu, KPK juga menduga Sahbirin Noor menerima fee 5?ri terkait pekerjaan lainnya di Dinas PUPR Provinsi Kalsel. Nilainya 500 dolar Amerika Serikat (AS).
Sahbirin, Solhan, Yulianti, Ahmad, dan Agustya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Sugeng dan Andi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK mengungkap kasus ini dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar pada 6 Oktober 2024.
Dari tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, enam orang di antaranya langsung ditahan. Enam orang itu diamankan dalam OTT.
Satu orang lain yang belum ditahan adalah Sahbirin Noor. Ia tidak termasuk pihak yang ditangkap dalam OTT.
Di sisi lain, KPK telah menyurati Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mencegah Sahbirin Noor bepergian ke luar negeri selama enam bulan.