News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tok! Indonesia Setujui Pembentukan Badan Permanen Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal Tingkat Dunia

Editor: Dodi Esvandi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

President COP-16 mengesahkan pengadopsian SB8J

Gelombang protes dari berbagai kalangan pun mewarnai proses negosiasi.  

Perwakilan masyarakat adat dari berbagai negara secara kolektif meneriakkan pesan kepada delegasi yang berunding, “Eshora! Bertindaklah sekarang!”. 

Pada hari terakhir, Jumat 1 November 2024 waktu setempat - atau Sabtu 2 November 2024 waktu Indonesia - teriakan itu bersambut. Sidang Pleno CBD mengeluarkan keputusan bersejarah: mengetok palu menyetujui pembentukan Subsidiary Body Article 8j.  Suasana haru terasa pekat di ruang sidang Amazonia, Cali, Colombia malam ini. Harapan memenuhi udara.  

Lewat proses negosiasi yang panjang, para pihak khususnya negara yang awalnya menyampaikan penolakan SB8j akhirnya mencapai kesepakatan yang dianggap paling mengakomodir kepentingan berbagai pihak, terutama kepentingan masyarakat adat dan lokal. 

Sebagai catatan, dari berbagai negosiasi yang terjadi sepanjang pertemuan di Geneva maupun di Colombia COP-16, setidaknya ada beberapa perhatian khusus dari negara-negara tersebut terhadap agenda pembentukan SB8j, antara lain:

  1. Bagaimana posisi Subsidiary Body 8j dengan mekanisme Subsidiary Body lainnya seperti Subsidiary Body on Scientific, Technical and Technological Advice (SBSTTA) dan Subsidiary Body on Implementation (SBI)?
  2. Apa yang menjadi nilai tambah dari perubahan Working Group on Article 8j menjadi Subsidiary Body on Article 8j? Apakah akan ada implikasi pembiayaan dari pembentukan SB8j yang akan membebankan negara anggota CBD (parties)
  3. Apakah Subsidiary Body on Article 8j akan menggantikan peran negara dalam negosiasi CBD?

Apresiasi dan Harapan Masyarakat Sipil terhadap Pengakuan Article 8J 

Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat Kasmita Widodo mengatakan, dukungan pemerintah Indonesia terhadap pembentukan badan permanen masyarakat adat dan komunitas lokal ini ini perlu pemerintah Indonesia selaraskan dengan rencana aksi dan strategi keanekaragaman hayati Indonesia atau IBSAP yang diluncurkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada bulan Agustus 2024 lalu. 

“Kami berharap ini menjadi pengakuan dan perlindungan penuh terhadap wilayah adat dengan segala keanekaragaman hayatinya serta kearifan lokal masyarakat adat,” katanya. 

Ketua Auriga Nusantara Timer Manurung mengatakan, kesepakatan di konferensi keanekaragaman hayati ini, “seyogianya diwujudkan melalui pengakuan dan perlindungan wilayah adat dalam wilayah dan rencana aksi konservasi, seperti IBSAP, penunjukan/penetapan/zonasi kawasan konservasi dan rencana aksi konservasi spesies,” katanya. 

Syahrul Fitra, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia yang hadir pada sidang akhir COP-16 menyampaikan, “Indonesia akhirnya bisa menunjukkan keberpihakannya terhadap masyarakat adat di komunitas global, dan menjalankan mandat konstitusi untuk terus mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 B Ayat (2) Konstitusi,” kata Syahrul. 

Cindy Julianti, Program Manager Working Group Indigenous Peoples' and Community Conserved Areas and Territories Indonesia (WGII), menggarisbawahi pekerjaan rumah yang harus dikerjakan menyusul pengesahan Article 8J. 

Ada kebutuhan untuk menyusun berbagai panduan dan rekomendasi, bagaimana cara menghitung dan mengakui kontribusi Masyarakat Adat dan Lokal untuk implementasi target Kunming Montreal - Global Biodiversity Framework. Cindy menekankan, dalam level nasional, sebetulnya ada keterkaitan kuat antara Article 8j dengan dokumen IBSAP (Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan) yang sudah diterbitkan pemerintah khususnya target soal partisipasi Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal. 

“Keberadaan Subsidiary Body on Article 8j merupakan tonggak sejarah. Konvensi CBD benar-benar menempatkan Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal sebagai aktor penting dalam implementasi KM-GBF,” kata Cindy Julianty.

Langkah yang diambil pemerintah Indonesia ini patut mendapat apresiasi, dan menjadi legacy penting bagi performa pemerintah dalam negosiasi di level internasional, dan harapannya dapat diamplifikasi pada forum lain seperti konferensi perubahan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diadakan dalam rangka Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). 

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini