"Yaitu minimal dua alat bukti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)."
"Tim Penasihat Hukum menilai bahwa bukti yang digunakan oleh Kejaksaan tidak memenuhi syarat yang ditentukan, sehingga penetapan tersangka menjadi cacat hukum," terangnya.
Lanjut, poin ketiga, Ari menuturkan, proses penyidikan juga dinilai sewenang-wenang dan tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Ditambah, tidak ada hasil audit yang menyatakan jumlah pasti kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi yang menyeret Tom Lembong tersebut.
"Kami mengklaim bahwa proses penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung bersifat sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku."
"Terlebih lagi, tidak ada hasil audit yang menyatakan kerugian negara yang nyata akibat tindakan klien kami," tegasnya.
Keempat, penahanan Tom Lembong dianggap tidak berdasar dan tidak sah, karena tidak memenuhi syarat objektif dan subjektif penahanan.
"Tidak ada alasan yang cukup untuk mengkhawatirkan bahwa klien akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti," jelasnya.
Terakhir, Ari mengungkapkan tidak ada bukti perbuatan melawan hukum dalam kasus ini, seperti memperkaya diri sendiri atau orang lain.
"Selain tidak adanya hasil audit yang menyatakan kerugian negara, juga tidak ada bukti yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan/atau korporasi," katanya.
Dengan demikian, menurut Ari, penetapan tersangka Tom Lembong ini tak hanya cacat hukum saja.
Namun, bisa juga berpotensi merugikan reputasi Tom Lembong sendiri.
"Tanpa bukti yang jelas, penetapan tersangka ini tidak hanya cacat hukum, tetapi juga berpotensi merugikan reputasi klien kami," tandasnya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Abdi Ryanda) (Kompas.com)