TRIBUNNEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) membeberkan jurus jitunya untuk menangkap bos maskapai penerbangan Sriwijaya Air, Hendry Lie, yang kabur ke Singapura sejak April 2024 atau delapan bulan lalu setelah ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi tata niaga komoditas izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015-2022.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menuturkan penangkapan terhadap Hendry berawal ketika pihak Indonesia memperoleh informasi bahwa yang bersangkutan tengah berada di Singapura.
Ternyata, Qohar menuturkan Hendry pergi ke Singapura secara diam-diam meski telah ditetapkan menjadi tersangka korupsi pada 25 Maret 2024.
Padahal, pada waktu yang bersamaan, penyidik Kejagung sudah meminta Hendry untuk bisa diperiksa sebagai tersangka.
“Penyidik Jampidsus telah melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan, namun ia tidak pernah hadir memenuhi panggilan tersebut,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta pada Senin (18/11/2024) dini hari.
Ketika itu, Hendry beralasan pergi ke Singapura untuk berobat di Rumah Sakit Elizabeth.
Namun, Qohar tidak menjelaskan penyakit yang diderita Hendry. Selama berada di Singapura, Hendry pun diawasi oleh Jampidsus Kejagung yang bekerja sama dengan atase kejaksaan di Singapura.
Qohar mengungkapkan pihaknya pun meminta kepada otoritas imigrasi dan kedutaan Indonesia di Singapura agar mencabut paspor milik Hendry setelah ditetapkan menjadi tersangka.
Baca juga: Jadi Tersangka Korupsi dan TPPU Kasus Timah, Bos Sriwijaya Air Hendry Lie Ditahan di Rutan Salemba
Tak cuma sampai di situ, penyidik juga diminta agar tak memperpanjang masa berlaku paspor milik Hendry yang berakhir pada 27 November 2024.
"Berdasarkan surat Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, selain dilakukan pencekalan terhadap Hendry Lie, juga dilakukan pencabutan paspor oleh Imigrasi."
"Jadi, kepulangannya ke Indonesia itu, karena memang paspornya berakhir apda November 2024 ini. Sehingga, dia tidak mungkin untuk memperpanjang dan memilih untuk kembali pulang secara diam-diam," beber Qohar.
Akhirnya, Hendry ditangkap di Terminal 2F Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Senin (18/11/2024) malam sekitar pukul 22.30 WIB oleh penyidik Jampidsus dan tim intelijen.
"Selanjutnya Hendry Lie dibawa ke Kejaksaan Agung untuk diperiksa sebagai tersangka setelah dilakukan penangkapan di Terminal 2F Bandara Udara Soekarno Hatta pada pukul 22.30 WIB," kata Qohar.
Setelah ditangkap, Hendry sempat diperiksa terlebih dahulu dan tak berlangsung lama.
Setelah itu, ia pun dijebloskan ke Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan.
Akibat perbuatannya, Hendry Lie disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Hendry Lie Punya Peran sebagai Beneficial Owner, Diduga Nikmati Uang Rp1 T
Dalam kasus megakorupsi ini, Hendry Lie memiliki peran sebagai pemilik manfaat atau beneficial owner (BO) dari PT Tinindo Internusa (PT TIN).
Adapun perusahaan tersebut melakukan kerjasama dalam penyewaan peralatan peleburan timah dengan PT Timah Tbk.
"Yang secara sadar dan sengaja berperan aktif melakukan kerja sama penyewaan peralatan prosesing peleburan timah antara Timah Tbk dengan PT TIN atas penerimaan bijih timah dari CV BPR dan CV SMS," ujar Qohar.
Sementara itu, CV BPR dan CV SMS adalah perusahaan boneka yang dibentuk oleh sejumlah orang yang sudah ditetapkan tersangka dari PT Timah Tbk dan swasta.
Perusahaan ini digunakan untuk menghimpun hasil tambang timah ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk di Bangka Belitung.
Peran Hendry ini pun, kata Qohar, turut dibantu adiknya yang juga sudah menjadi tersangka, Fandy Lingga.
Qohar lantas mengungkapkan, dalam salah satu dakwaan jaksa, Hendry turut menikmati uang sebesar Rp 1 triliun dari penimbangan ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk tersebut.
Daftar Orang yang Ditangkap dalam Kasus Megakorupsi PT Timah
Dalam kasus ini, sudah ada 23 orang termasuk Hendry yang ditangkap oleh Kejagung dalam perkara yang ditaksir merugikan negara Rp300 triliun tersebut.
Adapun rinciannya, 17 orang yang sudah menjadi terdakwa, tiga orang sudah divonis, dan sisanya masih menjalani penyelidikan.
Berikut daftar 23 orang yang terjerat dalam kasus korupsi PT Timah.
Tersangka Perintangan Penyidikan:
- Toni Tamsil alias Akhi (TT)
Tersangka Pokok Perkara:
- Suwito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT SIP atau perusahaan tambang di Pangkalpinang, Bangka Belitung
- MB Gunawan (MBG) selaku Direktur PT SIP
- Tamron alias Aon (TN) selaku beneficial owner atau pemilik keuntungan dari CV VIP
- Hasan Tjhie (HT) selaku Direktur Utama CV VIP
- Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku mantan Komisaris CV VIP
- Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional Tambang CV VIP
- Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS
- Rosalina (RL) selaku General Manager PT TIN
- Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT RBT
- Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT
- Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku Direktur Utama PT Timah 2016-2011
- Emil Ermindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah 2017-2018
- Alwin Akbar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional dan mantan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah
- Helena Lim (HLN) selaku Manajer PT QSE
- Harvey Moeis (HM) selaku perpanjangan tangan dari PT RBT
- Hendry Lie (HL) selaku beneficial owner atau pemilik manfaat PT TIN
- Fandy Lie (FL) selaku marketing PT TIN sekaligus adik Hendry Lie
- Suranto Wibowo (SW) selaku Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2015-2019
- Rusbani (BN) selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung Maret 2019
- Amir Syahbana (AS) selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung
- Bambang Gatot Ariyono, mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM periode 2015-2022,
- Supianto (SPT), mantan Plt Kepala Dinas Energi Sumberdaya Daya Mineral (ESDM) Bangka Belitung (Babel)
- Hendry Lie, bos maskapai Sriwijaya Air sekaligus kakak Fandy Lingga atau Fandy Lie
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo/Abdul Qodir)