TRIBUNNEWS.COM - Tim kuasa hukum Tom Lembong meminta Menteri Perdagangan (Mendag) yang menjabat sebelumnya juga diperiksa.
Pasalnya, Tom Lembong sudah tidak menjabat sebagai Mendag sejak 27 Juli 2016.
Mendag yang menjabat sebelum Tom Lembong adalah Rachmat Gobel yang menjabat pada tahun 2014-2015.
"Faktanya, Tom Lembong dilantik menjadi Mendag sejak 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016."
"Menteri perdagangan sebelum Tom Lembong adalah Rachmat Gobel yang menjabat dari 27 Oktober 2014-12 Agustus 2015," kata anggota tim kuasa hukum Tom Lembong, Dodi S. Abdulkadir, saat membacakan berkas permohonan pembatalan status tersangka di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/11/2024).
Sebelumnya, dilansir dpr.go.id, Rachmat Gobel dipilih Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Mendag dalam Kabinet Kerja Periode 2014-2019.
Dia adalah salah satu menteri yang dipilih dari perwakilan profesional.
Namun, sayangnya jabatannya sebagai menteri harus terhenti karena ada reshuffle kabinet.
Posisinya itu kemudian digantikan oleh Tom Lembong.
Kemudian, pada 1 Oktober 2019, ia dilantik menjadi Wakil Ketua DPR RI dari Partai Nasdem.
Sebelumnya, pada 2010-2014, ia terpilih menjadi anggota Dewan Komite Inovasi Nasional.
Baca juga: Kuasa Hukum Tom Lembong Minta Mendag Sebelumnya Juga Diperiksa soal Kasus Impor Gula
Rachmat Gobel juga dikenal sebagai seorang pengusaha dan politikus Indonesia.
Ia merupakan generasi kedua dari keluarga Gobel yang mengendalikan perusahaan National Gobel Group yang didirikan oleh ayahnya, Thayeb Mohammad Gobel.
National Gobel Group sekarang telah berganti nama menjadi Panasonic Gobel Group.
Kuasa Hukum Sebut Penetapan Tersangka Tom Lembong Keliru
Kuasa hukum Tom Lembong yang lain, Ari Yusuf Amir, mengatakan bahwa penetapan tersangka kliennya oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) itu juga keliru.
"Pemohon tidak diberikan kesempatan untuk menunjuk penasihat hukum pada saat ditetapkan sebagai tersangka dan diperiksa sebagai tersangka untuk pertama kali," kata Ari dalampersidangan perdana praperadilan Tom Lembong di PN Jaksel, Senin.
Penetapan tersangka itu, kara Ari, tidak berdasarkan minimal dua alat bukti, sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP.
"Alasan yuridis bahwa penetapan tersangka pemohon oleh termohon dilakukan secara sewenang-wenang tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku," tegasnya.
"Penahanan pemohon tidak sah oleh karena tidak didasarkan pada alasan yang sah menurut hukum, dengan kata lain penahanan pemohon oleh termohon tidak memenuhi syarat objektif dan subjektif penahanan," tegasnya.
Maka dari itu, Ari meminta penetapan tersangka Thomas Lembong itu dinyatakan tidak sah.
"Menyatakan dan menetapkan bahwa penetapan tersangka yang diterbitkan oleh termohon terhadap pemohon berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus tidak sah dan tidak mengikat secara hukum," kata kuasa hukum Ari Yusuf Amir di persidangan, Senin.
Selain itu, Ari meminta penyelidikan terhadap Tom Lembong dihentikan.
"Memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap pemohon dalam perkara a quo," mintanya.
Kuasa hukum bahkan meminta termohon, dalam hal ini Kejagung membebaskan kliennya saat putusan diucapkan.
Kemudian, meminta rehabilitasi dan mengembalikan kedudukan hukum Tom Lembong juga, sesuai dengan harkat dan martabatnya.
"Serta menghukum termohon untuk membayar biaya-biaya yang timbul dalam perkara ini."
"Apabila Hakim praperadilan yang memeriksa dan mengadili permohonan a quo berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya," tandasnya.
Sebagai informasi, Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan Indonesia dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016 yang ditetapkan sebagai salah satu tersangka impor gula oleh Kejagung.
Selain Tom Lembong, Kejagung sudah menetapkan eks Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) inisial CS dalam perkara yang diduga merugikan negara sebesar Rp400 miliar.
(Tribunnews.com/Rifqah/Rahmat Fajar)