TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya menangkap Hendry Lie, tersangka dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 - 2022.
Pendiri maskapai Sriwijaya Air itu dicokok oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) di Bandara Soetta pada Senin (18/11/2024) malam, setelah sebelumnya ia kabur ke Singapura sejak Maret 2024 silam.
Baca juga: Kerugian Negara Imbas Kasus Timah Bertambah setelah Hendry Lie Ditangkap, Capai Rp332,6 Triliun
Hendry merupakan salah satu tersangka kasus korupsi timah yang merugikan negara Rp 300 triliun itu.
Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar mengatakan, Hendry ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, sesaat setelah keluar dari pesawat yang menerbangkannya dari Singapura.
"Telah melakukan penangkapan terhadap tersangka Hendry Lie di Bandara Soekarno-Hatta pada saat yang bersangkutan tiba dari Singapura di Terminal 2F," kata Abdul Qohar dalam jumpa pers, Selasa (19/11/2024) dini hari.
Qohar menerangkan, Hendry Lie sedianya sudah pernah diperiksa pada 29 Februari 2024.
Setelah diperiksa, Hendry kemudian pergi meninggalkan Indonesia pada 25 Maret 2024.
Kejagung kemudian menetapkannya sebagai tersangka pada 15 April 2024.
Sejak saat ini Hendry tak pernah terlihat di Indonesia dan memenuhi panggilan penyidik.
Qahar mengatakan penyidik sudah beberapa kali melayangkan panggilan pemeriksaan terhadap Hendry selaku tersangka.
Baca juga: Kronologi Hendry Lie Tersangka Korupsi Timah Ditangkap Paksa, Pulang Diam-diam ke Indonesia
Namun Hendry Lie tidak pernah memenuhi panggilan penyidik itu dengan alasan sedang menjalani perawatan medis di Singapura.
"Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jampidsus telah melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan beberapa kali secara patut, namun yang bersangkutan tidak pernah hadir memenuhi panggilan tersebut," ungkap Qohar.
Hendry beralasan ia tengah menjalani pengobatan penyakit yang dideritanya di Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapore.
"Setelah dilakukan pemeriksaan yang pertama pada tahap penyidikan. Kemudian yang bersangkutan tidak kembali lagi dengan alasan sedang menjalani pengobatan di Singapura, di Mount Elizabeth. Jadi itu jawabannya," kata Qohar.
Setelah kabur sejak Maret 2024, pada Senin (18/11/2024) malam Hendry terpaksa pulang ke Indonesia lantaran masa berlaku paspornya akan habis pada 27 November.
Qohar menyebut Hendry tak bisa melakukan proses perpanjangan paspor lantaran pihaknya telah melayangkan surat penarikan paspor yang bersangkutan.
"Jadi untuk kepulangan ke Indonesia, karena yang bersangkutan paspornya berakhir pada tanggal 27 November 2024. Tidak memungkinkan untuk perpanjangan karena penyidik sudah melayangkan surat ke Kedubes Singapura melalui Imigrasi, untuk melakukan penarikan terhadap paspor yang bersangkutan," ujarnya.
Hendry kemudian mencoba kembali ke Indonesia secara diam-diam untuk menghindari petugas.
Namun penyidik Kejaksaan ternyata sudah mendeteksi kepulangan diam-diam tersangka korupsi timah itu dari Singapura.
"Yang bersangkutan kembali ke Indonesia secara diam-diam dengan harapan, dengan maksudnya menghindari petugas," tutur Qohar.
"Tapi kita bisa tahu karena penyidik selalu memonitor, kemudian ada perwakilan Atase Kejaksaan di Singapura, ada tim Siri dari intelijen yang selalu mengikuti, memantau pergerakan yang bersangkutan," imbuhnya.
Dalam kasus ini Hendry Lie dijerat bersama adiknya, Fandy Lingga sebagai tersangka.
Mereka merupakan petinggi PT Tinindo Inter Nusa--perusahaan yang menjadi salah satu bagian dari pengerjaan atau rantai komoditas Timah di Bangka Belitung.
Keduanya juga disebut membentuk dua perusahaan boneka berkedok penyewaan alat peleburan timah untuk menutupi kegiatan pertambangan ilegal yang terjadi.
Sejauh ini Kejagung telah menjerat total 22 tersangka.
Selain Hendry Lie, mereka yang sudah dijerat sebagai tersangka di antaranya Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, hingga suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis, yang menjadi perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
Mega korupsi ini disebut menimbulkan kerugian negara hingga Rp 300 triliun.
Jumlah kerugian itu didapat berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kerugian negara ini dihitung dari adanya kemahalan pembelian smelter, pembayaran bijih timah ilegal oleh PT Timah kepada perusahaan penambang, hingga kerugian keuangan negara karena kerusakan lingkungan.
Dalam perkembangannya, sejumlah terdakwa sudah mulai disidangkan di PN Tipikor Jakarta.
Secara garis besar, modus korupsi kasus ini yakni pengumpulan bijih timah oleh sejumlah perusahaan yang diambil secara ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Upaya itu melibatkan pejabat di PT Timah, sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara.
Dalam persidangan itu, sejumlah pihak pun disebut turut mendapat keuntungan. Termasuk Hendry Lie.
Ia disebut turut menerima keuntungan Rp 1 triliun.(tribun network/fhm/dod)