Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum eks Mendag Tom Lembong, Ari Yusuf Amir meradang di persidangan prapradilan kliennya di PN Jakarta Selatan, Rabu (20/11/2024).
Hal itu dikarenakan pada sidang agenda memperlihatkan bukti-bukti, pihak Kejagung seperti menutup-nutupi bukti yang dibawa.
Mulanya di persidangan saat tengah hakim memeriksa bukti yang dibawa Kejagung. Ari ikut memperhatikan proses pembuktian tersebut.
Tiba-tiba suara Ari meninggi karena pihaknya tidak bisa melihat bukti yang dibawa pihak Kejagung.
"Kalian ini mempersulit saja. Tadi kalian baca-baca punya kita. Jangan semuanya dipersulit. Kalau gitu kita nggak usah sidang saja. Mana yang nggak elok tingkah laku kalian yang nggak elok," kata Ari di persidangan.
Lalu Ketua Majelis Hakim Tumpanuli Marbun memberikan penjelasan kepada pihak Kejagung. Bahwa bukti yang sudah dilihatnya juga dilihat pihak pemohon Tom Lembong lewat kuasa hukumnya.
"Jadi gini apa yang kalian serahkan sebagai bukti di sini hakim pun perlu tahu juga. Kamu juga akan mempelajari ini isinya apa," tegas hakim.
Untuk diketahui, Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan Indonesia dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016. Ditetapkan sebagai salah satu tersangka impor gula oleh Kejagung.
Selain itu, Kejagung juga sudah menetapkan eks Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) inisial CS dalam perkara yang diduga merugikan negara sebesar Rp400 miliar.
"Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp 400 miliar," ucap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam.
Dijelaskan Abdul Qohar, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton pada 2015.
Padahal, saat itu Indonesia sedang surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor.
"Akan tetapi di tahun yang sama, yaitu tahun 2015 tersebut, menteri perdagangan yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," kata Qohar.
Selain itu, Qohar menyatakan, impor gula yang dilakukan PT AP tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.
Tak hanya itu, perusahaan yang dapat mengimpor gula seharusnya hanya BUMN.
Sementara itu, CS diduga mengizinkan delapan perusahaan swasta untuk mengimpor gula. PT PPI kemudian seolah membeli gula tersebut.
Padahal, delapan perusahaan itu telah menjual gula ke pasaran dengan harga Rp 16.000 per kilogram atau lebih mahal dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu Rp 13.000 per kilogram. CS diduga menerima fee dari delapan perusahaan itu.
"Dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah diolah jadi gula kristal putih PT PPI dapat fee dari delapan perusahan yang impor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kilogram," ujar Qohar.
Kini eks Mendag Tom Lembong itu tengah mengajukan prapradilan di PN Jakarta Selatan.