TRIBUNNEWS.COM - Polri akhirnya buka suara terkait alasan tujuh perwira yang terjerat dalam perintangan penyidikan atau obstruction of justice perkara pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang diotaki oleh eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, dapat naik jabatan.
Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengungkapkan kenaikan pangkat terhadap enam perwira tersebut telah berdasarkan rapat Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti).
“Dari hasil rapat itulah diputuskan seseorang bisa mendapatkan reward, ataupun punishment, terhadap apa yang telah dilakukan,” katanya di Mabes Polri, Jakarta, dikutip pada Selasa (10/12/2024).
Sandi juga mengungkapkan sanksi yang dijatuhkan kepada personel Polri memiliki batas waktu.
Menurutnya, perwira yang terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua tersebut telah menjalani sanksi yang dijatuhkan.
Sandi menegaskan hal itu turut menjadi pertimbangan dalam rapat Wanjakti tersebut.
"Memberikan tindakan juga tentu saja juga harus berdasarkan putusannnya dan dipastikan sudah selesai. Dalam hal ini yang menentukan adalah rapat pimpinan," tegasnya.
Sebelumnya, tujuh perwira yang sempat disanksi buntut terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua naik pangkat berdasarkan Surat Telegram Kapolri Nomor ST/25/XI/KEP/2024.
Contohnya adalah mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Budhi Herdi Susianto yang naik jabatan menjadi Kabagyanhak Rowatpers SSDM Polri dengan pangkat Brigjen.
Selanjutnya, ada Kombes Susanto yang kembali bertugas sebagai Penyidik Tindak Pidana Madya Tk II di Bareskrim Polri.
Lalu, Kompol Chuck Putranto yang naik pangkat menjadi AKBP sebagai perwira menengah (pamen) di Polda Metro Jaya.
Baca juga: Singgung Kasus Ferdy Sambo, YLBHI Desak Polri Segera Tetapkan Aipda Robig Tersangka Tewasnya Pelajar
Kemudian, adapula AKBP Handik Zusen yang disanksi demosi dan dipatsus dalam kasus yang sama.
Selanjutnya, ada AKBP Ari Cahaya Nugraha atau Acay yang kini menjabat sebagai Kapolres Demak.
Kemudian, Kombes Pol Murbani Budi Pitono yang kini menjabat sebaga Irbidjemen SDM II Itwil III Itwasum Polri.
Terakhir, ada Kombes Denny Setia Nugraha Nasution yang saat ini menjabat sebagai Kabagjianling Rojianstra SOPS Polri.
Sempat Dipertanyakan IPW
Dinaikannya pangkat perwira yang terlibat dalam kasus Ferdy Sambo ini sempat dipertanyakan oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso.
Dia meminta Polri melakukan klarifikasi terkait keputusan tersebut karena banyak anggota Polri yang tidak pernah tersandung masalah etik tetapi tidak kunjung naik pangkat.
"Alasan kemudian mereka naik pangkat, ini harus dijelaskan, karena ada anggota Polri lain juga yang tidak melakukan tindakan salah, tidak mendapat promosi (jabatan)," kata Sugeng kepada Tribunnews.com pada Selasa (3/12/2024) lalu.
Dia mengungkapkan jika Polri tidak segera membeberkan alasannya, maka ditakutkan muncul adanya dugaan diskriminasi.
Menurut Sugeng, hal tersebut dpat semakin mengurangi kepercayaan publik terhadap Korps Bhayangkara.
"Apabila tidak bisa dijelaskan kepada publik terkait keputusan-keputusan Polri ini, kepercayaan publik kepada Polri bisa turun ya, karena urusan institusi Polri bukan hanya urusan Polri," katanya.
Sugeng pun mengakui bahwa kenaikan pangkat merupakan wewenang Polri, begitu dengan proses banding atas proses pelanggaran etik yang dilakukan anggota Polri.
Namun, ia mengingatkan bahwa harus ada transparansi dari Polri atas proses etik yang pernah menjerat para perwira tersebut.
"(Jangan) dengan waktu yang berlalu kemudian masyarakat lupa, dan munculah putusan-putusan kepada para personil yang dihukum itu, ada yang naik bintang dua, ada yang naik menjadi kombes, ada yang naik bintang satu," kata dia.
Baca juga: Profil Kombes Budhi Herdi, Dulu Dicopot dari Kapolres Jaksel karena Ferdy Sambo, Kini Jadi Jenderal
Oleh karena itu, IPW akan meminta putusan-putusan tersebut dapat diakses publik, termasuk putusan di tingkat pertama dan tingkat banding, dan apa yang menjadi pertimbangannya.
Pasalnya, IPW melihat ada kecendurungan Polri merehabilitasi anggotanya yang melanggar etik setelah peristiwa pelanggaran etik tidak lagi menjadi perhatian publik.
"Karena ada kecenderungan IPW melihat, putusan tingkat pertama berat, kemudian dengan lewatnya waktu, ketika masyarakat sudah mulai melupakan, Polri kemudian merehabilitasi secara legal orang-orang yang telah dihukum ini," kata Sugeng.
"Kesalahan-kesalam itu kemudian direhabilitasi, dan tidak akan muncul efek jera. Anggota akan menganggap remeh pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan, karena nanti belakangnya bisa "diurus"," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Abdi Ryandhi Sakti)
Artikel lain terkait Polisi Tembak Polisi