Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Soedeson Tandra, menanggapi pernyataan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang menyebut kepolisian cenderung militeristik.
Menurut Tandra, istilah tersebut perlu dijelaskan dengan ukuran yang jelas agar tidak menjadi polemik di masyarakat.
"Ukuran militeristik itu seperti apa? Saya seorang yang dididik di bidang hukum. Kata militeristik itu harusnya jelas dulu. Kalau enggak nanti pusing kita," kata Tandra di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/12/2024).
Tandra menegaskan bahwa kepolisian di Indonesia adalah institusi sipil yang dipersenjatai untuk menjalankan tugas keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Menurutnya, penggunaan senjata oleh polisi sudah diatur dalam regulasi yang ketat.
"Nah, mereka memang wajib dipersenjatakan. Tetapi kan ada aturan-aturan," ujar Tandra.
Menanggapi insiden seperti polisi menembak polisi atau polisi menembak masyarakat, Tandra mengakui hal tersebut sangat disayangkan.
Namun, dia mengajak masyarakat untuk melihat persoalan ini secara kuantitatif dan proporsional.
"Pertanyaan kami, dalam setahun kejadian ini berapa kali sih? Apakah ini terjadi hanya di Indonesia? Di Amerika juga polisi tembak polisi ada. Ya kan? Lebih gawat di sana lho. Apakah mengatakan bahwa di sana sudah militeristik? Kita harus benar-benar clear," tegas Tandra.
Tandra juga mengingatkan agar tidak sembarangan menggunakan istilah "militeristik" tanpa dasar yang kuat.
Menurut Tandra, mayoritas polisi menjalankan tugasnya dengan baik, meskipun ada sebagian kecil yang menyalahgunakan kewenangan.
"Polisi yang baik itu banyak. Mereka yang menyalahgunakan prosedur, itu juga ada. Kita enggak bisa menutup mata. Tetapi, nah ini, kalau yang menyalahgunakan prosedur ya ditindak tegas dong," ucapnya.
Tandra memberikan contoh kasus penembakan di Padang dan Semarang yang sudah diproses hukum.