“Berbeda dengan kejadian di tempat lain atau kontestasi lain yang selisihnya bisa sampai 30% hingga 40%, tetapi masih mengajukan gugatan. Jadi, ini apresiasi yang luar biasa kepada pasangan Ridwan Kamil-Suswono,” ucapnya.
Senada dengan Qodari, pengamat politik sekaligus peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC), Surokim Abdussalam, memberikan apresiasi tinggi atas sikap pasangan Ridwan Kamil-Suswono yang mengakui kekalahan dengan legowo dan menerima keunggulan lawannya.
Menurut Surokim, sikap ini tidak mudah, terutama mengingat pasangan nomor urut 01 tersebut diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, yang terdiri dari banyak partai besar.
“Tidak gampang loh ya punya sikap legowo seperti itu. Apalagi dalam konteks Jakarta, beban moral yang dimiliki oleh Ridwan Kamil dan Suswono itu luar biasa besar, karena diusung oleh partai-partai dalam koalisi super gemuk. Menyingkirkan ego itu adalah bagian dari praktik kenegarawanan yang luar biasa, sehingga sikap ini layak diapresiasi,” ujar Surokim.
Dikatakan Surokim, pengakuan kekalahan secara lapang dada menunjukkan sifat kenegarawanan seorang politisi, sehingga sikap ini patut dicontoh oleh kandidat lain.
“Di atas prinsip kontestasi, kemampuan untuk mengakui kekalahan, menerima dengan lapang dada, dan mengakui kemenangan lawan menunjukkan kelas seorang politisi. Ini memberikan nilai lebih dalam praktik kenegarawanan,” tegasnya.
Surokim menyebut bahwa tindakan ini menjadi teladan dalam politik yang patut diapresiasi.
“Menyingkirkan ego diri mereka sehingga bisa melampaui situasi sulit, khususnya dalam konteks Jakarta yang tekanannya lebih berat dibanding daerah lain. Jika mereka bisa melakukannya, semestinya ini bisa menjadi contoh bagi kandidat lain,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa meskipun kalah, Ridwan Kamil dan Suswono tetap mendapat tempat di hati masyarakat, khususnya warga Jakarta, berkat keikhlasannya menerima kekalahan.
“Mungkin dalam konteks ini Ridwan Kamil dan Suswono kalah, tetapi mereka mendapatkan tempat di hati masyarakat. Pemilu seharusnya dibangun di atas sikap besar hati seperti ini. Nama mereka tetap harum, meskipun kalah. Ini adalah kemenangan yang melampaui batas-batas yang orang mungkin pahami,” jelasnya.
Surokim juga mengingatkan kandidat lain untuk kembali mengingat deklarasi pemilu damai, yang menegaskan siap kalah dan siap menang.
Ia menambahkan, keharuman nama seorang kandidat di publik juga ditentukan oleh kesediaannya menerima kekalahan dengan lapang dada.
“Kontestasi itu membawa kebahagiaan bagi pemenang dan kesedihan bagi yang kalah. Namun, ada nilai yang lebih tinggi, yaitu rasa hormat," ungkap Surokim.
"Pemenang tidak boleh takabur, dan yang kalah tidak perlu terlalu larut dalam kesedihan. Kontes ini hanya mencari yang terbaik untuk durasi kepemimpinan yang terbatas, yaitu lima tahun saja,” tandasnya.