TRIBUNNEWS.COM - Pengacara Iptu Rudiana, Pitra Romadoni, meminta agar ketujuh terpidana kasus pembunuhan Vina segera bertobat setelah permohonan peninjauan kembali (PK) ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).
"Atas ditolaknya putusan PK tersebut, Pitra menyarankan agar para terpidana segera insyaf dan bertaubat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa," katanya dalam keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Selasa (17/12/2024).
Pitra menilai ditolaknya PK terpidana kasus Vina adalah pertanda Tuhan marah akan segala kebohongan yang disampaikan.
Selain itu, dia menganggap meninggalnya pemimpin padepokan yang melakukan sumpah pocong terhadap mantan terpidana, Saka Tatal bernama Raden Gilap Sugiono menjadi wujud kekuasaan Tuhan dalam kasus ini.
"Semestinya mereka menyadari tanda-tanda kekuasaan Tuhan dalam kasus tersebut sudah terlihat di mana meninggalnya pemimpin padepokan yang pimpin sumpah pocong Saka Tatal dan meninggalnya mantan napi, Abi yang memberikan kesaksian tidak benar terhadap kroban yang telah meninggal dunia tersebut," jelasnya.
Lebih lanjut, Pitra menyambut baik atas ditolaknya permohonan PK dari tujuh terpidana oleh MA.
Menurutnya, putusan tersebut sudah bersifat obyektif dan mencerminkan keadilan.
"Selaku pengacara korban pembunuhan yang menewaskan Alm. Eky dan Vina menyambut baik putusan Peninjauan Kembali yang telah diputuskan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia."
"Peninjauan Kembali yang telah diputuskan oleh Hakim Agung tersebut adalah putusan yang obyektif dan telah mencerminkan rasa keadilan bagi korban yang telah meninggal dunia," jelasnya.
Baca juga: Susno Duadji Apresiasi 7 Terpidana Kasus Vina Ogah Ajukan Grasi: Lebih Kesatria dari Hakim
Pitra juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut berpartisipasi dalam penanganan kasus Vina ini.
Dia juga mengucapkan terima kasih secara khusus kepada MA dan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menurutnya sudah memperjuangkan keadilan bagi Vina dan Eky.
"Terima kasih kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia yang telah menunjukkan keagungannya dalam memberikan keadilan kepada para korban pembunuhan atas perkara tersebut."
"Tak lupa juga ucapan terimakasih kami kepada Kejaksaan Republik Indonesia selaku pengacara negara yang telah memperjuangkan keadilan abgi korban yang telah meninggal dunia di muka persidangan mulai tingkat pertama sampai kepada tingkat akhir Peninjauan Kembali," pungkasnya.
MA Tolak PK 7 Terpidana Kasus Vina
MA mengumumkan menolak PK yang diajukan tujuh terpidana kasus Vina Cirebon pada Senin (16/12/2024).
Juru Bicara MA, Yanto, menyampaikan alasan adanya bukti baru atau novum dan kekhilafan hakim tidak terbukti dalam proses persidangan.
“Pertimbangan majelis dalam menolak permohonan PK tersebut antara lain tidak terdapat kekhilafan judex facti dan judex juris dalam mengadili para terpidana,” kata Yanto dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta.
Selain itu, kata Yanto, bukti baru yang diajukan oleh para terpidana bukan merupakan bukti baru sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 Ayat (2) huruf a KUHAP.
“Dengan ditolaknya permohonan PK para terpidana tersebut, maka putusan yang dimohonkan PK tetap berlaku,” ucapnya.
Delapan permohonan PK itu terbagi dalam tiga perkara. Pertama, teregister dengan nomor 198/PK/PID/2024 dengan terpidana atas nama Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya.
Kemudian, PK lima terpidana atas nama Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto yang teregister dengan nomor 199/PK/PID/2024.
Selain itu, ada perkara eks narapidana anak dengan nomor 1688 PK/PID.SUS/2024 atau Saka Tatal yang diadili oleh Hakim Agung Prim Haryadi.
Adapun perkara Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya diadili oleh Ketua Majelis PK Burhan Dahlan serta dua anggota majelis, Yohanes Priyana, dan Sigid Triyono.
Majelis PK atas nama Eka Sandi, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto yaitu Burhan Dahlan serta dua anggota majelis, Jupriyadi, dan Sigid Triyono.
Dalam kasus ini, total ada delapan orang terpidana. Tujuh di antaranya divonis penjara seumur hidup.
Sementara itu, Saka Tatal dihukum delapan tahun penjara. Saka Tatal kini sudah bebas murni.
Terpidana Ogah Ajukan Grasi, Enggan Akui Bunuh Vina
Sebelumnya, kuasa hukum tujuh terpidana, Jutek Bongso, menyebut kliennya enggan mengajukan pengampunan atau grasi usai MA menolak permohonan PK mereka.
Jutek mengatakan tujuh terpidana tidak mau mengakui telah melakukan pembunuhan terhadap Vina.
Sebagai informasi, salah satu syarat agar grasi dikabulkan oleh presiden adalah terpidana mengakui telah melakukan perbuatannya melakukan tindak kejahatan.
"Mereka tidak mau melakukan langkah grasi, kenapa? Karena salah satu syarat grasi kan harus mengakui apa yang mereka perbuat," ujar Jutek pada Senin.
"Kata mereka 'Kalau kami harus mengakui atas perbuatan pembunuhan itu padahal kami tidak melakukan, lebih bagus kami mati dan mendekam terus di penjara sampai mati, dan membusuk'. Mereka tidak mau (ajukan grasi)," sambungnya.
Baca juga: Susno Duadji: Putusan MA Tolak PK Terpidana Vina Cirebon Ngawur, Ada Novum Baru, Hakim Banyak Khilaf
Jutek pun menyebut bakal mencari upaya lain agar ketujuh terpidana ini tetap bisa menghirup udara bebas setelah adanya putusan MA.
"Ya tentu secara konstitusi kami akan melakukan hak-hak konstitusi dari para terpidana," ucapnya.
Diketahui, tujuh terpidana kasus Vina Cirebon menangis setelah tahu PK yang mereka ajukan ditolak MA.
"Mereka menangis, manusiawi lah ya mereka sedih. Kami juga sebagai PH (penasihat hukum) sedih, kecewa pasti," kata Jutek.
Kendati pihaknya dan kliennya kecewa, Jutek mengaku tetap menghormati keputusan yang telah diambil Mahkamah Agung terkait PK tersebut.
Dirinya juga menekankan kepada kliennya tidak bisa melawan putusan hukum tersebut dengan cara-cara di luar jalur konstitusional.
"Tapi sekali lagi ini keputusan yang harus kita hormati bersama tidak bisa di luar hal-hal konstitusional, kita harus lawan secara hukum karena negara kita adalah negara hukum," ucapnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Fahmi Ramadhan)
Artikel lain terkait Kematian Vina Cirebon